SURABAYA (Mediabidik) - Minimnya minat masyarakat untuk menjadi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Mengingat hingga Februari 2017 pemegang kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) di Jawa Timur masih 57 persen, atau 23,2 juta jiwa dari total penduduk 40 juta orang. Halbitu disebabkan pelayanan medis bagi pemegang kartu BPJS masih kurang baik.
Kepala BPJS Divisi Regional Jatim, Handaryo mengakui pelayanan BPJS masih perlu diperbaiki. Namun untuk perbaikan BPJS tidak bisa melakukan pengelolaan sendiri karena tidak dapat mengatur rumah sakit, tidak bisa mengatur ketersediaan tempat tidur, dan tidak dapat memberi kepastian jumlah dokter yang dibutuhkan.
"Kita terus memantau pelaksanaan di lapangan, dan evaluasi untuk memberi penyelesaian. Kita adalah dunia layanan jasa, maka komitmen semua kekurangan untuk di perbaiki," tegas Handaryo, usai hearing dengan kadinkes Jatim, ketua Komisi E DPRD Jatim, dan perwakilan kabupaten/kota, di kantor Dinkes Jatim, Senin (26/3).
Untuk minimnya ketersediaan obat BPJS, Handaryo menilai sangat dipengaruhi kondisi sistem perencanaan pengadaan obat masing-masing rumah sakit. Mengingat dalam pengajuannya rumah sakit harus melalui apotik atau farmasinya untuk menentukan Rencana Kebutuhan Obat (RKO).
Meski demikian, BPJS tidak mau menyalahkan pihak rumah sakit sepenuhnya, karena kadang-kadang RKO kecil tapi kenyataannya kebutuhan obat besar. Selain itu, juga dapat disebabkan pabrik produksi memakai bahan impor, tetapi proses impor terkendala sehingga produksinya terganggu.
"Untuk area terpencil bisa juga distribusi terganggu, sehingga ketersediaan obat terlambat,"paparnya.
Terkait target seluruh warga menjadi peserta JKN pada tahun 2019, Handaryo berharap dapat berjalan sempurna, dan menjadi semangat mulai 2018. Mengingat di Jatim ada daerah yang menjadi pilot project, dan menjadi corong masuk daerah lain.
Sementara Ketua Komisi E DPRD Jatim, dr Agung Mulyono mengatakan, dalam hearing ini mempertemukan khusus terhadap 3 daerah yang akan menjadi pilot project, yakni Mojokerto, Kediri dan Banyuwangi. Tiga daerah ini cikal bakal menjadi total JKN.
"Memang secara nasional tahun 2019 harus JKN total. Maka Jatim tahun 2018 siapkan pilot project. Sehingga 2019 sudah siap semua," ungkap politisi asal Partai Demokrat tersebut.
Agung mengakui bahwa selama ini masyarakat banyak mengeluh pelayanan BPJS. Mengingat BPJS belum mampu mencapai sukses 4 H, yakni happy BPJS, happy pasien, happy provider, dan happy dokter.
"Saat ini masih mencapai 1 H, yakni happy BPJS. Maka hari ini diberi langkah untuk menuju tahapan ke-3.Karena masing-masing kab/kota sudah dikasih workshop, dan pemantapan. Maka kita undang 3 daerah tersebut," katanya.
Langkah selanjutnya, kata Agung, tiga daerah harus siap lebih mengarah ke teknis, dan nantinya akan mengundang tiga kepala daerah, sehingga dapat benar-benar diterapkan di Jatim.
"Harapannya yang menjadi pilot project ditularkan ke daerah lain sehingga dapat lebih bagus dari tiga daerah tersebut," tegasnya.
Politisi yang berangkat dapil III tersebut mengakui bahwa peserta BPJS belum mencapai 60 persen. Kabupaten Banyuwangi saja baru mencapai 50 persen, Kota Kediri 58 persen. Dengan pilot project bisa diharapkan berjalan total. "Kalau perlu pakai APBD seperti di DKI Jakarta, orang mampu dibayar asal mau menjadi peserta kelas 3," pungkasnya. (rofik)
Comments
Post a Comment