Mediabidik.com - Jumlah pasien positif Covid-19 baik yang dirawat maupun meninggal dunia terus bertambah. Ironisnya, banyak anak yang menjadi yatim/piatu/yatim piatu karena orang tuanya meninggal akibat terpapar Covid-19.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Kependudukan (DP3AK) Jatim, Andriyanto mengatakan, seiring pandemi Covid-19 yang belum reda hingga mengakibatkan adanya klaster keluarga, jumlah anak yang terpapar dan tak mempunyai orang tua terus bertambah.
Andriyanto mencatat hingga 4 Agustus 2021, anak terpapar covid-19 sudah mencapai angka 28.250 jiwa, sementara yang meninggal 117 anak.
"Kita tahu anak itu di bawah usia 18 tahun dan termasuk janin dalam kandungan," ungkap Andriyanto, Senin ( 9/8/2021)
Andriyanto menjelaskan, dari kasus pasien Covid-19 yang meninggal dunia di Jatim tercatat 21.338 orang. Dimana 25 persennya merupakan anak.
"Karena ini estimasi, jumlah penduduk 41 juta, berarti 10,47 juta atau seperempat itu anak. Maka ada 5.330 anak menjadi yatim/piatu/yatim piatu," tuturnya.
Menurut data DP3AK Jatim, Surabaya ada 176 anak yatim/piatu/yatim piatu akibat Covid-19. Sementara di Madiun ada 88 anak yang kehilangan orang tuanya karena meninggal. Mayoritas orang tua yang meninggal karena faktor usia dan mempunyai komorbit.
Mirisnya lagi, orang tua yang terpapar Covid-19 lebih memilih melakukan isolasi mandiri daripada di rumah sakit. Dengan begitu, menulari anaknya.
Menurut Andriyanto, saat ini DP3AK masih terus melakukan pendataan karena baru tiga kabupaten/kota yang sudah masuk. Dengan adanya data anak yang ditinggal orang tua, DP3AK bisa mudah intervensi dan melakukan tindakan-tindakan terhadap anak tersebut.
"Apabila anak yang orang tuanya meninggal bisa dikhawatirkan stres tinggi, dan gilirannya bisa berhadapan dengan hukum (melakukan kriminalitas)," terangnya.
Penanganan anak yang ditinggal wafat orang tuanya, pemerintah tidak bisa jalan sendiri. Untuk itu, DP3AK harus mengajak stakeholder, Kadin, Unair, LSM, lembaga perlindungan anak, PW Aisyah dan Fatayat NU.
"Kemudian melakukan bersama menangani hal ini," tambahnya.
Langkah lain mendampingi yang harus dilakukan adalah penanganan psikologis. Anak yang stres diberi penguatan, peningkatan kapasitas terutama enterpreneur agar anak usia 15-18 mempunyai pemikiran bahwa dirinya harus bekerja.
Intervensi lainnya adalah mendorong Dispendukcapil melakukan jemput bola yakni memberi hak sipil. Anak yang bingung cara mendapatkan akte kematian orang tuanya, akte kelahiran, dan kartu identitas akan dibantu sepenuhnya. Dengan begitu, bisa mempermudah memperoleh bantuan sosial.
Andriyanto menegaskan, semua komponen, elemen masyarakat dan stakeholder terkait harus memahami karena ada beberapa teori bahwa anak yatim yang pengasuhan tidak dilakukan oleh masyarakat, bisa menjadi peluang adanya oknum atau kelompok tertentu untuk memberi paham radikalisme
Selain itu, anak juga bisa diperdagangkan kalau tidak ada pembinaan dari pemerintah.
"Maka pemulihan secara terpadu menjadi gerakan yang cepat dilakukan. Mudah-mudahan minggu depan memulai di Madiun dengan memberi bantuan spesifik anak, kita lakukan pendampingan psikologi, peningkatan kapasitas anak dan beri hak sipil," pungkasnya.( rofik)
Comments
Post a Comment