Mediabidik.com - Bupati Jember, Hendy Siswanto sebelumya dikabarkan menerima insentif pemakaman jenazah COVID-19. Jumlahnya pun fantastis, mencapai Rp 70,5 juta. Jumlah insentif itu, ia terima berdasarkan hitungan kasus kematian warga akibat COVID-19 di Jember.
Namun, karena persoalan dana insentif itu kemudian menjadi sorotan banyak pihak dan bahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pada akhirnya Bupati mengembalikannya kepada Kas Daerah.
Anggota Komisi D DPRD Jawa Timur, Martin Hamonangan berpendapat, meski secara hukum keberadaan honor kegiatan pemakaman sah alias legal, namun ini lebih menyangkut pada persolaan etika. Apalagi, seorang Bupati telah mendapatkan honor sebagai penyelenggara negara
"Meski masalah aturan dan hukumnya clear tapi ini pada persoalan etika. Etikanya ya tentu dari rasa keadilan. Bagaimana dalam menjalankan tugas itu kita sebagai ASN, penyelenggara negara, harusnya ya tidak mendapatkan imbalan apa-apa lagi," kata Martin Hamonangan di Gedung DPRD Jatim, Senin (30/8/2021).
Menurutnya, di tengah pandemi sekarang, seharusnya seorang Bupati lebih peka terhadap kondisi masyarakatnya. Meski secara aturan honor insentif pemakaman itu legal, tapi seharusnya seorang kepala daerah juga melihat dari sisi substansinya.
"Aturan clear tapi substansi atau semangat aturannya itu bagaimana. Artinya begini, jangan-jangan nanti ada semacam double account. Ini nanti ranahnya BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) tentunya," tegasnya.
Terlebih pula, Martin menyebut, dalam menjalankan tugas sebagai Kepala Daerah, Bupati telah menerima honor, bahkan tunjangan representasi serta operasional. Oleh karenanya, ia menilai, bahwa aturan insentif pemakaman untuk Bupati beserta pejabat lain, perlu dikaji lebih mendalam.
"Karena dalam menjalankan tugas Pak Bupati juga sudah ada tunjangan representasi, atau tunjangan berupa operasional Bupati. Kemudian dalam pemakaman itu ada lagi honor lagi. Nah, itu perlu dilihat lagi apakah ini sifatnya ada double account," ungkap politisi PDI Perjuangan ini.
Walaupun secara legalitas aturan itu sah, Martin pun kembali menyatakan, bahwa seharusnya masih banyak hal yang harus dikaji dan didalami. Utamanya dari segi etika serta rasa keadilan.
"Di tengah-tengah masyarakat harusnya ada kepekaan lah. Kita semua lagi (susah), namanya masyarakat harus melihat dari ukuran masyarakat apakah adil atau tidak. Itu menurut saya dari sisi keadilannya," tandasnya.
Sebagai informasi, dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 2020 disebutkan, bahwa insentif dapat diberikan kepada tenaga kesehatan atau medis, tenaga penyidik (investigator) korban terpapar covid-19, tenaga relawan, dan tenaga lainnya.
Pemberian insentif itu disesuaikan dengan standar harga satuan yang ditetapkan kepala daerah. Dengan demikian, kepala daerah dan pejabat lainnya yang tidak tercantum dalam Inmendagri tersebut tidak sepatutnya menerima honor atau insentif. (rofik)
Comments
Post a Comment