SURABAYA (Mediabidik) - Rencana pemerintah kota Surabaya melakukan pembangunan angkutan transportasi massal berupa Trem yang dimulai dari jalan Tunjungan menuai dampak bagi warga Jalan Simpang Dukuh Surabaya.
Pasalnya dari 11 persil yang terkena rencana jalan atau pembebasan tanah untuk pengalihan arus dampak dari pembangunan rel untuk Trem, dari jalan Tunjungan ke Simpang Dukuh, ada 6 persil yang saat ini masih bermasalah dengan bukti kepemilikan tanah yang dianggap ganda. Sehingga masih proses konsinyasi di pengadilan.
Seperti yang disampaikan salah satu warga jalan Simpang Dukuh depan Genteng Bandar 2 pojok ahli waris dari Sunaryo (Pho lin kie) yang terkendala sertifikat ganda mengatakan, dulu keluargaku menempati disini mulai tahun 1939, dari kakekku mudah, waktu itu jual beli aq masak tau,
" Tahun 1973 kita beli dan kita tanyakan di agraria, agraria bilang tidak masalah dan belum bersertifikat. Lalu sama kakekku dibeli ngak ada apa-apa, lalu pemkot gencarkan trem dan dia nggak mau membayar kita, katanya surat kita bermasalah, kena double sertifikat, double sertifikat itu dari mana.?ungkapnya, Jumat (18/8).
Perempuan paruh baya yang mempunyai toko kelontong ini menambahkan, kita juga ngak tau disini kita orang lama, dia (pemkot) ngak ada pengukuran, pemberitahuan ke warga, lah kok bisa sertifikat itu muncul darimana.
" Kita menempati disini sejak tahun 1939 dengan luas lahan kurang lebih 100m2. Sekarang pemkot gembar gembor ganti untung, untungnya dimana?. Pemkot setelah sosialisasi lepas tangan dikasihkan PN, alasan konsinyasi ada hubungan apa kita dengan PN, kan nggak ada masalah aku dengan PN," keluhnya.
Perlu diketahui, karena munculnya sertifikat M.50 atas nama Wisnu Wijayanto yang terbit tahun 1939 diduga induk dari 6 persil lahan yang diklaim milik warga, karena kendala sengketa kepemilikan lahan, pemkot Surabaya melakukan konsinyasi (menitipkan biaya pembebasan lahan) ke pengadilan sebesar Rp 8.739 milliar untuk 6 persil yang bermasalah. (pan)
Comments
Post a Comment