SURABAYA (Mediabidik) - Penghapusan peraturan daerah (Perda) No 5 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Menara Telekomunikasi Bersama oleh pemerintah pusat yang disetujui oleh DPRD kota Surabaya. Hal itu melemahkan pengawasan pemerintah kota (Pemkot) Surabaya dalam melakukan pengawasan dan penataan bangunan menara telekomunikasi yang ada di Surabaya.
Dampak penghapusan perda tersebut menyebabkan semakin banyak berdiri bangunan telekomunikasi (tower) atau Base Transcevier Station (BTS) yang tidak berizin hampir di setiap sudut kota Surabaya. Hal itu menyebabkan berkurangnya pendapatan asli daerah (PAD) kota Surabaya, juga merusak estetika kota.
Seperti yang diungkapkan Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR) pemkot Surabaya Eri Cahyadi mengatakan, sekarang makin banyak menara tower yang menempel di bangunan gedung dibawah 6 meter ngak ada ijinnya semua.
"Kalau semua ngak ada ijinnya, kita bisa miring semua, makanya ini akan kita atur di Perwali, karena di peraturan pemerintah (PP) nya ngak ada ijin, bisa kacau ini, "terangnya.
Dia juga menambahkan, bahwa Perwalinya masih dirapatkan dengan bagian hukum pemkot Surabaya, " Perwali nya masih kita rapatkan dengan bagian hukum dan akan segera kita realisasikan, "imbuhnya.
Hal senada dikatakan Dedy Purwito Kasi Pengendalian Bangunan DCKTR Pemkot Surabaya menjelaskan, saat ini kita lagi membuat Perwali yang mengatur masalah tower,
" Kemarin sudah kita rapatkan dengan bagian hukum, karena Perwali 21 Tahun 2017 hanya mengaur tentang tata cara IMB Bangunan Menara. Kedepannya Perwali tersebut aka kita gabung dengan Perwali tata ruang,"paparya.
Perlu diketahui sejak di cabutnya Perda 5 Tahun 2013, saat ini banyak ditemukan bangunan menara telekomunikasi (tower) yang berdiri atau menempel di bangunan gedung, masjid maupun reklame. Hal itu dilakukan pihak providere nakal untuk untuk menghindari pajak maupun ijin dari pemkot Surabaya. (pan)
Comments
Post a Comment