SURABAYA (Mediabidik) – Puluhan mahasiswa dari berbagai elemen sangat kecewa ketika melakukan orasi pada peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) Selasa (2/5) di gedung DPRD Jatim jalan Indrapura Surabaya, pasalnya tak satupun dari 100 anggota DPRD Jatim yang hadir, mereka menuding sepertinya para wakil rakyat yang terhormat lalai dengan peringatan tersebut.
Padahal hampir setiap tahun, pasti ada rombongan mahasiswa yang ingin menyampaikan aspirasi terkait berbagai persoalan pendidikan kepada para pemangku kebijakan, seperti DPRD dan Gubernur Jatim supaya segera ditindaklanjuti dan dicarikan solusinya.
Tak ayal, puluhan mahasiswa dari berbagai Perguruan Tinggi (PT) di Surabaya tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Surabaya (AMS) saat menggelar aksi di depan kantor DPRD Jatim di jalan Indrapura Surabaya dalam peringatan Hardiknas, terpaksa harus gigit jari karena aspirasi mereka hanya ditampung sekretariat DPRD Jatim sebab tak seorangpun ada anggota dewan yang hadir untuk menerima aspirasi mahasiswa.
"Innalillahi Wainna Ilaihi Rojiun, wakil rakyat kita di DPRD Jatim sudah mengabaikan Hari Pendidikan Nasional, padahal mereka adalah orang-orang terpelajar. Mereka lebih suka keluyuran dinas ke luar kota daripada menerima aspirasi mahasiswa dalam memperjuangkan pendidikan berkualitas dan terjangkau bagi seluruh masyarakat," tegas Dion salah satu orator aksi AMS, Selasa (2/5) .
Menurut Dion, realitas pendidikan di Indonesia menjadi sebatas kekuatan reproduktif, belum menjadi kekuatan produktif. Hal ini terlihat dari perbedaan tajam antara sekolah bagus dan mahal dengan sekolah yang kualitasnya pas-pasan dan murah, termasuk sekolah negeri.
"Salah satu penyebab kenapa sekolah negeri mahal adalah adanya kebijakan otonomi sekolah di tingkat dasar dan menengah. Sementara di lingkup Pendidikan Tinggi (PT) karena berubahnya status PT Negeri menjadi BHBN," jelas Dion.
Senada, Mulder salah satu koordinator aksi menambahkan bahwa kebijakan otonomi sekolah telah memberikan peluang bagi sekolah untuk mencari dana di luar subsidi pemerintah. Ironisnya, satu-satunya sumber dana yang dibidik adalah dana masyarakat alias wali murid. "Disahkannya Permendikbud No.75 tahun 2016 tentang Komite Sekolah, justru memuluskan pungutan biaya sekolah kepada wali murid yang mayoritas adalah buruh dengan upah murah," beber Mulder.
Lebih jauh mahasiswa Unesa ini juga mengkritik keras pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla lantaran mengurangi alokasi anggaran pendidikan dan lebih mementingkan pembangunan infrastuktur yang notabene lebih menguntungkan investor dan kaum kapitalis.
"UU Dikti sengaja didesain agar tanggung jawab pendidikan tidak sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi menjadi tanggung jawab masyarakat. Ini tak boleh dibiarkan karena pendidikan itu sudah diamanatkan UUD 1945," tegas Mulder.
Ditambahkan Heri orator aksi lainnya,karena itu gerakan mahasiswa harus menggalang dukungan dan solidaritas seluas-luasnya dan menjadikan perlawanan isu pendidikan sebagai isu rakyat.
"Gaung solidaritas dan persatuan gerakan rakyat, menjadi salah satu jalan keluar dari kehancuran kehidupan sosial generasi muda dan rakyat Indonesia, di bawah represi sistem kapitalisme," pungkasnya. (rofik)
Comments
Post a Comment