Skip to main content

Dua Tersangka Kasus Jasmas Jalani Proses Pelimpahan Tahap II

SURABAYA (Mediabidik) - Dua mantan anggota DPRD Kota Surabaya periode 2014-2019 Darmawan dan Sugito, tersangka kasus dugaan korupsi dana Jaring Aspirasi Masyarakat (Jasmas) menjalani proses tahap II di kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak Surabaya, Jumat (11/10/2019).

Kepala Seksi Intelijen (Kasiintel) Kejari Tanjung Perak Surabaya mengatakan proses tahap II ini pihaknya lakukan setelah berkas perkara kedua tersangka telah dinyatakan sempurna (P-21).

"Setelah beberapa waktu lalu berkas perkaranya sudah dinyatakan P-21, selanjutnya hari ini proses pelimpahan tahap II nya," ujar Lingga, Jumat (11/10/2019).

Usai menjalani proses tahap II, kedua tersangka dikembalikan ke Cabang Rumah Tahanan (Rutan) Klas I Surabaya pada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim guna menjalani penahanan.

"Selanjutnya, dalam waktu dekat berkas perkara bakal kita limpahkan ke pengadilan agar segera mungkin bisa disidangkan," terang pria yang dikabarkan tengah dipromosikan menduduki jabatan Kasipidsus Kejari Sidoarjo ini.

Ditanya terkait perkembangan proses hukum para tersangka lain dalam penyidikan kasus ini, Lingga meminta wartawan untuk bersabar menunggu informasi pihaknya.

"Sabar, proses penyidikan sedang kita tempuh, semaksimal mungkin kita bekerja cepat. Nanti perkembangannya (penyidikan, red) bakal kita update," tambahnya.

Untuk diketahui, penyidikan kasus ini merupakan pengembangan dari fakta-fakta sidang pada perkara yang menjerat Agus Setiawan Jong (ASJ). Modus yang dilakukan ASJ adalah dengan mengkoordinir 230 RT yang ada di Surabaya. Mereka diminta untuk mengajukan proposal untuk pengadaan tenda, kursi dan sound system.

Oleh ASJ, proposal itu diajukan ke anggota dewan untuk disetujui. Dana pengadaan itu diambil dari dana Jasmas. Dalam penyidikan, ditemukan adanya bukti kuat atas penyelewengan proyek Jasmas teraebut. Atas perbuatan ASJ, negara diduga dirugikan sebesar Rp4,9 miliar.

Pada perkara ini, ASJ dinyatakan bersalah dan divonis hukuman enam tahun penjara, dengan denda sebesar Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan.

Belakangan penyidik telah menetapkan enam tersangka baru. Mereka anggota DPRD Kota Surabaya periode 2019-2024.

Keenam tersangka itu adalah Ratih Retnowati, Dini Rijanti, Binti Rochmah, Sugito, Syaiful Aidi serta mantan Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya Darmawan.

Atas penetapan status tersangka yang disandangnya, beberapa dari mereka mengajukan permohonan praperadilan melalui Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Namun oleh hakim PN Surabaya, permohonan praperadilan mereka ditolak.

Oleh jaksa, para tersangka dijerat pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 Undang Undang RI No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang Undang RI Nomer 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang Undang RI No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. (opan)

Comments

Popular posts from this blog

Tahun Depan, RS BDH Dilengkapi Fasiltas Medician Nuklir

SURABAYA (Mediabidik) - Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya terus mematangkan desain dan konsep fasilitas kedokteran nuklir di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bhakti Dharma Husada (BDH). Bahkan, pemkot sudah menargetkan tahun 2020 nanti, rumah sakit itu sudah dilengkapi fasilitas tersebut. Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya, Febria Rachmanita mengatakan menurut data selama ini, pasien-pasien yang membutuhkan penanganan selalu keluar kota, terutama pasien penyakit kanker. Sebab, di Surabaya hanya ada di RSU Dr Soetomo. Makanya, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini meminta Dinkes untuk menyediakan fasilitas kedokteran nuklir ini demi warga Kota Surabaya. "Itu lah mengapa kita buat kedokteran nuklir ini, supaya warga Surabaya tidak perlu keluar kota untuk mendapatkan pelayanan ini," kata kata Feni-sapaan Febria Rachmanita saat jumpa pers di kantor Humas Pemkot Surabaya, Rabu (23/10/2019). Menurut Feni, jumlah pederita penyakit kanker payu darah tahun 2018 mencapai 5.63

Dalih Partisipasi Masyarakat, SMAN 8 Surabaya Wajibkan Siswa Bayar Uang Iuran Rp 1,5 Juta

Mediabidik.com - Berdalih iuran partisipasi masyarakat (PM), SMAN 8 Surabaya wajibkan siswa bayar uang iuran pembangunan sekolah sebesar Rp 1,5 juta. Jika tidak membayar siswa tidak dapat ikut ujian. Hal itu diungkapkan Mujib paman dari Farida Diah Anggraeni siswa kelas X IPS 3 SMAN 8 Jalan Iskandar Muda Surabaya mengatakan, ada ponakan sekolah di SMAN 8 Surabaya diminta bayar uang perbaikan sekolah Rp.1,5 juta. "Kalau gak bayar, tidak dapat ikut ulangan," ujar Mujib, kepada BIDIK. Jumat (3/1/2020). Mujib menambahkan, akhirnya terpaksa ortu nya pinjam uang tetangga 500 ribu, agar anaknya bisa ikut ujian. "Kasihan dia sudah tidak punya ayah, ibunya saudara saya, kerja sebagai pembantu rumah tangga. Tolong dibantu mas, agar uang bisa kembali,"ungkapnya. Perihal adanya penarikan uang iuran untuk pembangunan gedung sekolah, dibenarkan oleh Atika Fadhilah siswa kelas XI saat diwawancarai. "Benar, bilangnya wajib Rp 1,5 juta dan waktu terakh

Dampak Cuaca Ekstrem, Dewan Desak Pemkot Monitoring Seluruh Papan Reklame

Mediabidik.com - Anggota Komisi A DPRD Surabaya Arif Fathoni meminta kepada tim reklame pemkot Surabaya, supaya melakukan monitoring dan evaluasi terhadap keberadaan seluruh papan reklame di Surabaya. Monitoring dan evaluasi itu penting dilakukan untuk mengantisipasi papan reklame yang roboh akibat cuaca ekstrem. "Monitoring itu untuk mengetahui papan reklame yang tidak berijin atau masa berlaku ijinnya sudah habis" jelasnya disela acara pertemuan Forum Pimpinan Daerah (Forpimda) Surabaya di gedung baru DPRD Surabaya, Selasa (07/01/2020). Thoni menegaskan Satpol PP harus tegas melakukan penertiban terhadap papan reklame yang ilegal itu. "Kami mendesak Satpol PP potong reklame ilegal. Kami banyak menerima informasi masyarakat akan keberadaan papan reklame yang tidak berijin" tegasnya. Pria yang juga menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar ini menekankan, kalau penertiban itu perlu dilakukan, pasca peristiwa pohon tumbang yang mengakibatkan 2 korban meni