SURABAYA (Mediabidik) – Gencarnya pemberitaan maupun penolakan terkait penurunan pajak Rekereasi Hiburan Umum (RHU) yang menjadi polemic di lingkungkan DPRD kota Surabaya, ahkirnya mendapat tanggapan dari Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan (DPPK) Kota Surabaya.
Yusron Sumartono Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan dan Keuangan Kota Surabaya, dengan tegas menyatakan bahwa keberadaan klausul di draft Kajian Akademis yang memuat soal usulan penurun nilai pajak untuk RHU, bukan dari Pemkot Surabaya.
Alasannya, disamping Raperda ini merupakan inisiatif dewan, Pemkot Surabaya merasa tidak pernah ada rencana untuk menurunkan besaran pajak untuk tempat rekreasi hiburan umum (RHU).
Karena pajak dari RHU selama ini termasuk menjadi penyumbang signifikan bagi besaran Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Surabaya, sehingga tidak ada alasan untuk pajak dari sektor tersebut diturunkan.
" Tidak ada penurunan tarif (pajak RHU) seperti yang selama ini diberitakan. Untuk pajak hiburan, setelah dibahas di Pansus Raperda pajak daerah, kita sepakat dikembalikan ke tarif sesuai Perda no 4," tegas Yusron kepada wartawan. Jumat (14/7/2017) siang.
Pernyataan ini rupanya diperkuat oleh pengakuan salah satu tim ahli asal Unair bernama Dr. Sukardi, SH, MH, yang mengatakan jika kajian akademik yang disusunnya bersama BPP DPRD Surabaya memang memuat usulan penurunan nilai pajak RHU.
"Kalau pandangan soal itu diseret ke ranah politis, memang bisa saja berbeda, karena di DPRD memang dinamis, ya silahkan saja, lagian hasil kajian itu kan tidak harga mati, silahkan dibahas saja sesuai dinamika," tuturnya.
Prinsipnya, lanjut Sukardi, hasil kajian kami itu berdasarkan kondisi di lapangan dan rasional.
Untuk diketahui, tim ahli yang dilibatkan oleh Badan Pembuat Perda (BPP) DPRD Surabaya terdiri dari empat orang, dengan rincian 2 ahli asal Universitas Airlangga Surabaya dan 2 ahli lainnya dari Universitas Widya Karya, salah satunya adalah Dr. Sukardi, SH, MH.
Sementara, M Mahmud ketua BPP DPRD Surabaya masih terkesan enggan untuk berkomentar terkait polemik draf kajian akademik yang memuat klausul penurunan nilai pajak RHU, padahal bersumber dari alat kelengkapan dewan yang dipimpinnya.
Politisi asal Fraksi Demokrat ini berkelit dan mencoba untuk bertahan dengan pertanyaan soal nomer Perda yang dimaksud.
"Loh itu perda nomor berapa, yang penting nomor perda nya dulu, kalau ngak tau nomor perdanya gimana tau, kalau ada kenaikan atau penurunan, Kajian itu bukan perda, saya siap nanggapi tapi yang nyebut pajak online turun itu perda nomor berapa gitu loh," jawabnya. (pan)
Yusron Sumartono Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan dan Keuangan Kota Surabaya, dengan tegas menyatakan bahwa keberadaan klausul di draft Kajian Akademis yang memuat soal usulan penurun nilai pajak untuk RHU, bukan dari Pemkot Surabaya.
Alasannya, disamping Raperda ini merupakan inisiatif dewan, Pemkot Surabaya merasa tidak pernah ada rencana untuk menurunkan besaran pajak untuk tempat rekreasi hiburan umum (RHU).
Karena pajak dari RHU selama ini termasuk menjadi penyumbang signifikan bagi besaran Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Surabaya, sehingga tidak ada alasan untuk pajak dari sektor tersebut diturunkan.
" Tidak ada penurunan tarif (pajak RHU) seperti yang selama ini diberitakan. Untuk pajak hiburan, setelah dibahas di Pansus Raperda pajak daerah, kita sepakat dikembalikan ke tarif sesuai Perda no 4," tegas Yusron kepada wartawan. Jumat (14/7/2017) siang.
Pernyataan ini rupanya diperkuat oleh pengakuan salah satu tim ahli asal Unair bernama Dr. Sukardi, SH, MH, yang mengatakan jika kajian akademik yang disusunnya bersama BPP DPRD Surabaya memang memuat usulan penurunan nilai pajak RHU.
"Kalau pandangan soal itu diseret ke ranah politis, memang bisa saja berbeda, karena di DPRD memang dinamis, ya silahkan saja, lagian hasil kajian itu kan tidak harga mati, silahkan dibahas saja sesuai dinamika," tuturnya.
Prinsipnya, lanjut Sukardi, hasil kajian kami itu berdasarkan kondisi di lapangan dan rasional.
Untuk diketahui, tim ahli yang dilibatkan oleh Badan Pembuat Perda (BPP) DPRD Surabaya terdiri dari empat orang, dengan rincian 2 ahli asal Universitas Airlangga Surabaya dan 2 ahli lainnya dari Universitas Widya Karya, salah satunya adalah Dr. Sukardi, SH, MH.
Sementara, M Mahmud ketua BPP DPRD Surabaya masih terkesan enggan untuk berkomentar terkait polemik draf kajian akademik yang memuat klausul penurunan nilai pajak RHU, padahal bersumber dari alat kelengkapan dewan yang dipimpinnya.
Politisi asal Fraksi Demokrat ini berkelit dan mencoba untuk bertahan dengan pertanyaan soal nomer Perda yang dimaksud.
"Loh itu perda nomor berapa, yang penting nomor perda nya dulu, kalau ngak tau nomor perdanya gimana tau, kalau ada kenaikan atau penurunan, Kajian itu bukan perda, saya siap nanggapi tapi yang nyebut pajak online turun itu perda nomor berapa gitu loh," jawabnya. (pan)
Comments
Post a Comment