SURABAYA (Media Bidik) – Terkait Surat Edaran Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor SE.1/Menlhk-PSLB3/2016 tentang Pengurangan Kantong Plastik atau Penerapan Plastik Berbayar. Mendapat kritikan dari Komisi B DPRD Jatim, mereka menilai kebijakan pemerintah pusat melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup merupakan kebijakan yang ngawur, pasalnya dengan kebijakan tersebut masyarakat yang akan berbelanja harus dikenakan biaya Rp 200,- sebagai pengganti tas atau kantong yang berbahan plastik alias tas kresek.
Hal tersebut diungkapkan Agus Maimun,SE,M.H.P Anggota Komisi B yang menilai kebijakan pemerintah tentang plastik berbayar itu bukan kebijakan yang baik, karena tidak berpihak kepada masyarakat,dan kebijakan ini hanya sensasional semata."Kalau Pemerintah memang niatnya untuk mengurangi kemasan berbahan plastik, seharusnya yang pertama kali diajak berpartisipasi pihak corporate agar tak memproduksi tas plastik,"terangnya di DPRD Jatim, Rabu (2/3).
Politisi asal PAN ini juga memandang bahwa kebijakan tersebut sepertinya ada indikasi unsur pesanan, karena sudah selayaknya beban biaya pengganti tas plastik itu dibebankan kepada pihak corporate, namun faktanya justru masyarakatlah yang di bebani dengan membayar tas plastik tersebut.
"Kita sepakat ada pengurangan tas berbahan plastik, tetapi bukan dengan cara ngawur yang langsung membebani masyarakat, karena masyarakat sudah dikenakan pajak ketika belanja di swalayan modern, terus uang Rp 200,- untuk bayar tas kresek larinya kemana," tanyanya.
Karena itu Komisi B DPRD Jatim yang membidangi Perekonomian meminta agar Pemerintah Pusat mengkaji ulang dan mengevaluasi kebijakan yang dianggap ngawur yang tidak pro rakyat.( rofik)
Comments
Post a Comment