ACEH-Pelaksanaan Waisak umat
Budha di Vihara Budha Satyamuni, Peunayong, Banda Aceh, Kamis (15/5) berjalan
lancar dan khidmat. Di sekitar pelaksanaan ibadah Waisak tanpa ada pengawalan
ketat pihak kepolisian, hanya ada satu personel polisi duduk di dekat Viahara
tersebut.
Ketua Vihara Budha Satyamuni, Eddy Amirata yang didampingi oleh Bimas Budha Depertemen Agama (Depag) Aceh Wiswadas mengatakan, pelaksanaan Waisak ini untuk mengingat tiga peristiwa penting yang dinamakan dengan Tri Suci Waisak berjalan lancar tanpa ada hambatan apapun.
Lanjutnya, peristiwa penting itu pertama kelahiran Pengeran Sidharta yang merupakan putra seorang raja bernama Raja Sudodhana. Dia terlahir di dunia di taman Lumbini pada tahun 623 SM sebagai seorang Bodhisatva.
Kedua Pencapaian pencerahan dan penerangan sempurna, di mana Pengeran Sidharta pada usia 29 tahun meninggalkan istana untuk mencari kebebasan dari usia tua, sakit dan mati, sehingga mencapai penerangan sempurna dengan gelar Sang Buddha.
Ketiga wafatnya Parinibbana pada usia 80 tahun di Kusirana dan semua makhluk memberikan penghormatan pada Sang Buddha untuk memberikan penghormatan terakhirnya.
"Jadi makna dari Waisak adalah selain tiga peristiwa penting, tetapi juga bisa hidup dengan penuh cinta kasih dan selalu dalam perdamaian di Aceh," kata Ketua Vihara Budha Satyamuni, Eddy Amirata.
Katanya, kebencian tidak akan menyelesaikan masalah, akan tetapi saling memaafkan akan bisa merajut tali persaudaraan. Dan Aceh dalam catatan sejarah, tidak pernah ada konflik agama dan selalu rukun serta bisa hidup bersanding dengan suku dan agama apapun.
"Aceh tidak pernah dalam sejarah ada konflik agama, jadi ini patut terus dipelihara dan dijaga serta kita kembangkan keberagaman ini," tegasnya.
Wiswadas menambahkan, Aceh tidak seperti dipandang negatif di luar sana. Untuk melihat keberagaman yang berlangsung di Aceh dan tidak menerka-nerka apa yang terjadi di Aceh, ia mempersilakan datang langsung ke Aceh untuk membuktikan keberagaman yang terjalin di Aceh.
"Aceh tidak seperti diberitakan selama ini, mau lihat keberagaman antar agama, semua orang harus mencontoh Aceh," tutur Wiswadas.
Ketua Vihara Budha Satyamuni, Eddy Amirata yang didampingi oleh Bimas Budha Depertemen Agama (Depag) Aceh Wiswadas mengatakan, pelaksanaan Waisak ini untuk mengingat tiga peristiwa penting yang dinamakan dengan Tri Suci Waisak berjalan lancar tanpa ada hambatan apapun.
Lanjutnya, peristiwa penting itu pertama kelahiran Pengeran Sidharta yang merupakan putra seorang raja bernama Raja Sudodhana. Dia terlahir di dunia di taman Lumbini pada tahun 623 SM sebagai seorang Bodhisatva.
Kedua Pencapaian pencerahan dan penerangan sempurna, di mana Pengeran Sidharta pada usia 29 tahun meninggalkan istana untuk mencari kebebasan dari usia tua, sakit dan mati, sehingga mencapai penerangan sempurna dengan gelar Sang Buddha.
Ketiga wafatnya Parinibbana pada usia 80 tahun di Kusirana dan semua makhluk memberikan penghormatan pada Sang Buddha untuk memberikan penghormatan terakhirnya.
"Jadi makna dari Waisak adalah selain tiga peristiwa penting, tetapi juga bisa hidup dengan penuh cinta kasih dan selalu dalam perdamaian di Aceh," kata Ketua Vihara Budha Satyamuni, Eddy Amirata.
Katanya, kebencian tidak akan menyelesaikan masalah, akan tetapi saling memaafkan akan bisa merajut tali persaudaraan. Dan Aceh dalam catatan sejarah, tidak pernah ada konflik agama dan selalu rukun serta bisa hidup bersanding dengan suku dan agama apapun.
"Aceh tidak pernah dalam sejarah ada konflik agama, jadi ini patut terus dipelihara dan dijaga serta kita kembangkan keberagaman ini," tegasnya.
Wiswadas menambahkan, Aceh tidak seperti dipandang negatif di luar sana. Untuk melihat keberagaman yang berlangsung di Aceh dan tidak menerka-nerka apa yang terjadi di Aceh, ia mempersilakan datang langsung ke Aceh untuk membuktikan keberagaman yang terjalin di Aceh.
"Aceh tidak seperti diberitakan selama ini, mau lihat keberagaman antar agama, semua orang harus mencontoh Aceh," tutur Wiswadas.
Comments
Post a Comment