Skip to main content

Nikmatnya Menjadi Anggota Parlemen

Mengapa mereka begitu betahnya menjadi Anggota Parlemen di Indonesia? Itulah pertanyaan saat ini yang menganggu otak saya.

Politik itu bagi saya adalah hari ini berteriak besok lupa, lalu saat dia tahu dan nyaman maka pragmatis pemikiran orang politik itu dan ini hampir semua partai politik (parpol) dan politisi mengalami ini.

Mari kita tengok kisah lainnya betapa saat orde baru adalah sangat enak jika ingin ajdi anggota dewan itu bisa semuanya, anak, istri, adik, ipar pasti bisa duduk dengan santai di kursi empuk senayan. Kini mendekati hal yang sama bedanya mereka harus melakukan kampanye dan penyaringan awal di partai-partai, yang seolah menyeleksi, namun jika yang lama ingin maju tak boleh yang baru mengeser dulu.

Kita bisa menyimak kisah anak-anak Bung Karno mendirikan parpol misalnya Sukmawati dengan PNI Marhaenisme atau Rahmawati dengan Partai Pelopor.

Kedua parpol itu tidak berhasil menarik simpati Soekarnois, maka begitu juga Yenny, yang sejak awal tampak berseberangan dengan Gus Dur di mana dia masuk sebagai staf khusus Presiden SBY di saat PKB pimpinan Gus Dur akan direbut Cak Imin. Kini Yenny saking tidak tahannya ingin berpolitik dalam, maka gabung dengan Partai Demokrat

Politik pragmatis menjadi pilihan politisi dan kutu loncat. Meski kurang terpuji, mereka memilihnya hanya sekadar biar selamat. Gagal loloskan parpol, bergabung dengan parpol pesaing. Atau cara-cara apapun ditempuh demi mendapatkan keuntungan pribadi.

Loyalis Soeharto terbukti tidak membantu parpol yang didirikan Tommy Soeharto (Partai Republik) atau Tutut Soeharto (Partai Peduli Rakyat Nasional). Parpol tradisional seperti Partai Golkar, PDIP, PPP diuntungkan karena infrastruktur yang sudah dibangun sejak keruntuhan Orde Lama, tambahnya.
Ciri khas politik pragmatis semakin buruk dengan mahalnya biaya untuk jadi caleg saja minimal harus merogoh kocek 500 juta itu untuk kelas DPRD, jika ingin ke Senayan para caleg harus siap dengan 1 Miliar dan ini jelas akhirnya kartel caleg yang berkuasa di saat semua bersuara soal pembatasan masa jabatan presiden, tapi jadi caleg bisa selamanya.

Ibarat sebuah mimpi banyak yang ingin jadi anggota parlemen jika kuat di menang, jika tak kuat kalahlah dan nunggu 5 tahun lagi. Kini Demokrasi Indonesia lahirkan potret tirani yang sangat bertentangan dengan demokrasi, yang mestinya jika dalam tatanan sikap elegan hendaknya regenerasi politik harus menurunkan generasi baru, tapi coba saja tengok, sejumlah menteri yang takut kehilangan jabatannya kelak masih mendaftara Caleg, belum tokoh-tokoh bandotan yang lama sejak Orba di parlemen, masih terdaftar di caleg, terutama paratai-parta lama.

Akhirnya saya katakan kenapa masih ingin jadi anggota parlemen? Apakah mereka belum puas? Atau memang nyaman dalam dunianya yang sangat santai bisa tidur saat paripurna, namun dibayar?

Popular posts from this blog

Tahun Depan, RS BDH Dilengkapi Fasiltas Medician Nuklir

SURABAYA (Mediabidik) - Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya terus mematangkan desain dan konsep fasilitas kedokteran nuklir di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bhakti Dharma Husada (BDH). Bahkan, pemkot sudah menargetkan tahun 2020 nanti, rumah sakit itu sudah dilengkapi fasilitas tersebut. Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya, Febria Rachmanita mengatakan menurut data selama ini, pasien-pasien yang membutuhkan penanganan selalu keluar kota, terutama pasien penyakit kanker. Sebab, di Surabaya hanya ada di RSU Dr Soetomo. Makanya, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini meminta Dinkes untuk menyediakan fasilitas kedokteran nuklir ini demi warga Kota Surabaya. "Itu lah mengapa kita buat kedokteran nuklir ini, supaya warga Surabaya tidak perlu keluar kota untuk mendapatkan pelayanan ini," kata kata Feni-sapaan Febria Rachmanita saat jumpa pers di kantor Humas Pemkot Surabaya, Rabu (23/10/2019). Menurut Feni, jumlah pederita penyakit kanker payu darah tahun 2018 mencapai 5.63

Dalih Partisipasi Masyarakat, SMAN 8 Surabaya Wajibkan Siswa Bayar Uang Iuran Rp 1,5 Juta

Mediabidik.com - Berdalih iuran partisipasi masyarakat (PM), SMAN 8 Surabaya wajibkan siswa bayar uang iuran pembangunan sekolah sebesar Rp 1,5 juta. Jika tidak membayar siswa tidak dapat ikut ujian. Hal itu diungkapkan Mujib paman dari Farida Diah Anggraeni siswa kelas X IPS 3 SMAN 8 Jalan Iskandar Muda Surabaya mengatakan, ada ponakan sekolah di SMAN 8 Surabaya diminta bayar uang perbaikan sekolah Rp.1,5 juta. "Kalau gak bayar, tidak dapat ikut ulangan," ujar Mujib, kepada BIDIK. Jumat (3/1/2020). Mujib menambahkan, akhirnya terpaksa ortu nya pinjam uang tetangga 500 ribu, agar anaknya bisa ikut ujian. "Kasihan dia sudah tidak punya ayah, ibunya saudara saya, kerja sebagai pembantu rumah tangga. Tolong dibantu mas, agar uang bisa kembali,"ungkapnya. Perihal adanya penarikan uang iuran untuk pembangunan gedung sekolah, dibenarkan oleh Atika Fadhilah siswa kelas XI saat diwawancarai. "Benar, bilangnya wajib Rp 1,5 juta dan waktu terakh

Dampak Cuaca Ekstrem, Dewan Desak Pemkot Monitoring Seluruh Papan Reklame

Mediabidik.com - Anggota Komisi A DPRD Surabaya Arif Fathoni meminta kepada tim reklame pemkot Surabaya, supaya melakukan monitoring dan evaluasi terhadap keberadaan seluruh papan reklame di Surabaya. Monitoring dan evaluasi itu penting dilakukan untuk mengantisipasi papan reklame yang roboh akibat cuaca ekstrem. "Monitoring itu untuk mengetahui papan reklame yang tidak berijin atau masa berlaku ijinnya sudah habis" jelasnya disela acara pertemuan Forum Pimpinan Daerah (Forpimda) Surabaya di gedung baru DPRD Surabaya, Selasa (07/01/2020). Thoni menegaskan Satpol PP harus tegas melakukan penertiban terhadap papan reklame yang ilegal itu. "Kami mendesak Satpol PP potong reklame ilegal. Kami banyak menerima informasi masyarakat akan keberadaan papan reklame yang tidak berijin" tegasnya. Pria yang juga menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar ini menekankan, kalau penertiban itu perlu dilakukan, pasca peristiwa pohon tumbang yang mengakibatkan 2 korban meni