KEDIRI - Kepala Polres Kediri AKBP Dheny Dariadi menganjurkan agar kepala daerah bisa duduk bersama dengan rakyat membahas masalah yang terjadi di Desa Kaliboto, Kabupaten Kediri, agar ada jalan keluar terbaik.
"Memang harus duduk bersama, dibicarakan. Saya juga tidak bisa salahkan, karena pemda juga sudah mengeluarkan sanksi. Tapi permintaan rakyat dengan pemda tidak sama," katanya saat berkunjung ke Polres Kediri Kota, Selasa.
Ia mengatakan, pemda sebenarnya sudah tanggap dengan memberikan keputusan, walaupun itu tidak sesuai dengan keinginan rakyat. Masyarakat menghendaki agar Kepala Desa Kaliboto Woko diberhentikan dari jabatannya, sementara pemda hanya memberikan sanksi.
"Semua tentu saja ada SOP-nya (standar operasional dan prosedur)," kata Kapolres.
Pihaknya juga tidak bisa terlibat lebih jauh, sebab secara wilayah hukum di Kecamatan Tarokan masuk wilayah hukum Polres Kediri Kota. Pihaknya hanya meminta agar pemerintah daerah bisa duduk bersama dengan masyarakat dan pejabat terkait lainnya membicarakan masalah tersebut.
"Kalau saat unjuk rasa (Senin, 26/5) yang ada hanya asisten. Jika Bupati atau Wakil Bupati menemui saat itu, justru lebih enak," katanya.
Sebelumnya, warga Desa Kaliboto, Kecamatan Tarokan, Kabupaten Kediri, unjuk rasa di kantor pemerintah daerah setempat, meminta kepala desa mereka yang bernama Woko ditahan. Tuntutan itu dipicu karena dugaan perbuatan asusila yang melibatkan kepala desa tersebut dengan perempuan warga desa yang sama.
Warga kecewa karena pemda ternyata hanya memberikan sanksi berupa surat peringatan kepada kepala desa tersebut. Pemda beralasan bukti yang ada masih kurang lengkap, sehingga sanksinya surat peringatan.
Warga kecewa dengan keputusan tersebut, sehingga pulang dari kantor pemda dan menuju rumah kepala desa tersebut, Senin (26/5). Warga yang kesal melampiaskan kekesalannya dengan merusak rumah yang bersangkutan dengan melemparkan batu. Kericuhan terjadi saat aksi tersebut, bahkan sejumlah polisi juga menjadi korban.
Sampai saat ini petugas masih berjaga di lokasi rumah Kepala Desa Woko tersebut. Namun, untuk pemilik rumah belum diketahui keberadannya sampai sekarang. (Antara)
"Memang harus duduk bersama, dibicarakan. Saya juga tidak bisa salahkan, karena pemda juga sudah mengeluarkan sanksi. Tapi permintaan rakyat dengan pemda tidak sama," katanya saat berkunjung ke Polres Kediri Kota, Selasa.
Ia mengatakan, pemda sebenarnya sudah tanggap dengan memberikan keputusan, walaupun itu tidak sesuai dengan keinginan rakyat. Masyarakat menghendaki agar Kepala Desa Kaliboto Woko diberhentikan dari jabatannya, sementara pemda hanya memberikan sanksi.
"Semua tentu saja ada SOP-nya (standar operasional dan prosedur)," kata Kapolres.
Pihaknya juga tidak bisa terlibat lebih jauh, sebab secara wilayah hukum di Kecamatan Tarokan masuk wilayah hukum Polres Kediri Kota. Pihaknya hanya meminta agar pemerintah daerah bisa duduk bersama dengan masyarakat dan pejabat terkait lainnya membicarakan masalah tersebut.
"Kalau saat unjuk rasa (Senin, 26/5) yang ada hanya asisten. Jika Bupati atau Wakil Bupati menemui saat itu, justru lebih enak," katanya.
Sebelumnya, warga Desa Kaliboto, Kecamatan Tarokan, Kabupaten Kediri, unjuk rasa di kantor pemerintah daerah setempat, meminta kepala desa mereka yang bernama Woko ditahan. Tuntutan itu dipicu karena dugaan perbuatan asusila yang melibatkan kepala desa tersebut dengan perempuan warga desa yang sama.
Warga kecewa karena pemda ternyata hanya memberikan sanksi berupa surat peringatan kepada kepala desa tersebut. Pemda beralasan bukti yang ada masih kurang lengkap, sehingga sanksinya surat peringatan.
Warga kecewa dengan keputusan tersebut, sehingga pulang dari kantor pemda dan menuju rumah kepala desa tersebut, Senin (26/5). Warga yang kesal melampiaskan kekesalannya dengan merusak rumah yang bersangkutan dengan melemparkan batu. Kericuhan terjadi saat aksi tersebut, bahkan sejumlah polisi juga menjadi korban.
Sampai saat ini petugas masih berjaga di lokasi rumah Kepala Desa Woko tersebut. Namun, untuk pemilik rumah belum diketahui keberadannya sampai sekarang. (Antara)