SURABAYA (Mediabidik) - Sehari paska kejadian bom tiga gereja di Surabaya, para pendeta dan pimpinan gereja di Surabaya berkumpul bersama elemen ormas Islam khususnya dari Nahdlatul Ulama (NU) untuk menyatakan sikap terkait aksi teroris dengan bom bunuh diri.
Pendeta Jonathan dari Gereja Pathekosta Pusat Surabaya (GPPS) Jalan Arjuno Surabaya mengatakan bahwa saat bom mobil meledak, dirinya tengah memimpin ibadah ketika mengumumkan pengumuman gereja dan hendak nyanyian terakhir serta doa berkah.
"Ada 6 orang jemaah yang menjadi korban dan puluhan yang luka-luka. Paska ledakan, asap mengepul dan listrik mati sehingga gelap. Saya akhirnya memandu jamaah keluar lewat pintu Bromo," ujar Jonathan saat memberikan klarifikasi, Senin (15/5/2018).
Ia juga sangat menyesalkan dengan aksi terorisme. Pasalnya, tak ada agama yang merestui radikalisme. "Kami rindu bisa beribadah dengan aman. Ke depan pemerintah bisa tanggulangi terorisme sehingga umat bisa bebas menjalankan ibadah. Sebab sesuai pasal 29 UUD 1945 seluruh warga negara Indonesia dijamin melaksanakan ibadah sesuai agama dan kepercayaannya," beber Jonathan.
Senada Romo Kurdo pastor paroki dari gereja Santa Maria Tak Bercelah (SMTB) Ngagel Surabaya mengatakan bahwa bom meledak terjadi saat jemaat masuk masa peralihan antara misa pertama dan misa kedua. "Misa pertama biasanya dilakukan pada pukul 5.30-6.30 WIB. Sedangkan misa kedua dilakukan pada pukul 7.30 WIB," terang Kurdo.
Dijelaskan Romo Kurdo, kedua pelaku bom bunuh diri yang menggunakan sepeda motor sebenarnya sempat dihadang oleh Bayu salah seorang relawan yang mengatur keamanan gereja. "Mungkin kalau tak dihadang Bayu, pelaku bisa masuk dan korban jumlahnya bisa lebih banyak," ungkapnya.
"Bayu termasuk salah satu korban yang meninggal dunia. Selain itu juga ada dua orang ibu-ibu bukan umat Ngagel, tapi dari Cirebon yang kebetulan ada ekspo di Surabaya. Kemudian Efan (12 th) luka parah dan akhirnya meninggal dunia di RS Bedah. Adik Efan juga ikut meninggal dan seorang lagi Ibu (82 th) bernama Mayawati meninggal dunia ngekos di kawasan Soetomo seorang diri," bebernya.
Jemaat yang mengalami luka-luka, tambah Kurdo dilarikan ke beberapa rumah sakit. Diantaranya, ke RS Bedah, RS Siloam, RKZ dan RS Premier Surabaya. "Ini duka seluruh bangsa, bukan hanya umat kristen yang dilukai. Dan yang tak dihormati adalah bangsa kita. Karena itu kita ajak menolak teror bukan hanya di tempat ibadah tapi dimanapun," tegas Romo Kurdo.
Masih di tempat yang sama, Sekretaris GKI Jatim Sutrisno menambahkan bahwa GKI Diponegoro waktu kejadian bom sedang melakukan peralihan kebaktian. Bisanya disela-sela waktu itu ada kegiatan Baksos yang melibatkan siapapun.
Lokasi baksos itu melewati lorong, tiba-tiba ada seorang Ibu dan dua orang anak yang mencurigakan hendak masuk sehingga oleh sekuriti didatangi untuk ditanya maksud dan tujuannya apa. "Ketika dihalangi itulah, bom yang ada di anak-anak itu meletus lebih dulu baru disusul bom si ibu. Satu bom belum meletus ditemukan padahal itu yang lebih besar daya ledaknya," tegas Sutrisno.
Akibat bom bunuh diri itu, petugas sekuriti mengalami luka parah. Kemudian anak yang mendapatkan beasiswa dari gereja mengalami luka, begitu juga seorang pendakwah dan 6 orang jemaat sudah dibawa ke rumah sakit tapi tak perlu rawat inap alias diperkenankan pulang setelah mendapat perawatan.
Penasehat Bamak Jatim, juga menyatakan rasa prihatin mendalam dan sesalkan bom gereja. "Kami menghimbau gereja tetap laksanakan tanggungjawab Rohani sebagaimana biasa dalam situasi apapun," harap perwakilan Bamak Jatim.
Sementara itu Ketua PCNU Kota Surabaya Dr Muhibbin Zuhrie menegaskan bahwa jika ada elemen bangsa yang sakit apapun agamanya itu juga akan menyakiti NU. Sebab sejak awal pendirian bangsa ini NU komitmen kalau Indonesia adalah bhineka tunggal ika.
"Kami yakin pelaku bom bunuh diri itu tidak amalkan Islam dan ajaran agama apapun. NU mengecam kekerasan yang mengatasnamakan agama," tegas Muhibbin Zuhri.
Bagi NU, lanjut Muhibbin komitmen kebangsaan (ukhuwah wathoniyah) itu harus terus dijaga bersama-sama. Namun lebih dari itu juga perlu menjaga ukhuwah basariyah (kemanusian). Karena itu atas nama umat Islam, khususnya NU mengucapkan bela sungkawa kepada para korban.
"Sebagai pemimpin-pemimpin agama, ini tanggungjawab kita bersama untuk mendidik umat masing-masing agar memahami agama dengan benar. Mari kita bekerjasama untuk melawan aksi terorisme. NU juga posko kemanusiaan supaya bisa memberikan ketentraman. Bahkan kalau diperlukan Ansor bersama banser siap membantu aparat kalau diperlukan," pungkas Muhibbin.
Inilah enam pernyataan sikap dari gereja-gereja korban bom di Surabaya.
1. Mengungkapkan keprihatinan dan duka cita.
2. Mengecam perilaku kekerasan berupa bom bunuh diri atau terorisme
3. Mengapresiasi kerja-kerja kepolisian yang tanggap menciptakan rasa aman.
4. Menghargai kehadiran Presiden para Menteri yang datang langsung ke Surabaya sebagai bentuk solidaritas.
5. Menyerukan seluruh warga jemaat tetao tenang, tidak takut dan panik. Tetapi tetaplah waspada dan kerjasama dengan aparat setempat.
6. Menuntut DPR dan pemerintah segera menerbitkn UU Anti Terorisme. (RoHa)
Comments
Post a Comment