SURABAYA (Mediabidik) – Walaupun walikota Surabaya Tri Risma Harini dengan tegas menolak memberikan bantuan sosial (Bansos) untuk siswa SMA/SMK tidak mampu, karena terkendala aturan Undang-Undang 23 Tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah (PP) 48 Tahun 2008 Pasal 27.
Namun hal itu tidak membuat surut semangat Komisi D DPRD Surabaya yang membidangi kesejahterahan rakyat (Kesra) untuk melakukan konsultasi soal anggaran bantuan untuk siswa SMA/SMK tidak mampu dari APBD, ke Kantor Kemendagri di Jakarta, Selasa (7/10/2017).
Konsultasi itu juga diikuti pejabat pemkot, perwakilan dari kepolisian dan kejaksaan di Surabaya, serta seorang pakar hukum dari universitas di Kota Pahlawan.
Anggota Komisi D DPRD Surabaya Reni Astuti mengatakan, ada beberapa kesimpulan hasil konsultasi tersebut.
"Jelas tadi kami garis bawahi, Kemendagri menyatakan, secara aturan penganggaran bantuan untuk SMA/SMK tidak mampu dari APBD Surabaya dibolehkan," kata Reni.
Hanya, tambah Reni, untuk pelaksanaannya, Kemendagri menyarankan ada koordinasi antara DPRD dan Pemkot Surabaya dengan Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Saat di Kemendagri, rombongan DPRD dan Pemkot Surabaya ditemui Direktur Administrasi Pendapatan Daerah Kemendagri Horas Morish Panjaitan.
Pejabat pemkot yang turut dalam kunjungan konsultasi ini, di antaranya Asisten I Pemkot Surabaya Yayuk Eko Agustin, dan beberapa pejabat lainnya. Sedang rombongan dewan dipimpin Ketua Komisi D Agustin Poliana.
Rencananya, sebagai tindak lanjut dari konsultasi dengan Kemendagri, anggota DPRD Surabaya akan menemui Pemprov Jatim untuk berkoordinasi pada Rabu (8/10/2017).
Sebelumnya, Ketua DPRD Surabaya Armuji mengatakan, konsultasi ke Kemendagri tersebut dilakukan agar segera mendapatkan penjelasan soal payung hukum pemberian bantuan untuk siswa SMA/SMK.
Menurut Armuji, pihaknya tidak akan memaksakan bantuan pendidikan tersebut dalam APBD 2018 jika diketahui ada indikasi pelanggaran.
"Tetapi kalau ternyata diperbolehkan, kami bersyukur karena niat baik yang kita perjuangkan ada hasilnya," ucapnya.
Dia mengaku tetap optimistis karena selama ini jenis bantuan yang sama bisa diterapkan untuk tingkat mahasiswa.
"Alasan kenapa hal ini kami perjuangkan, karena untuk mahasiswa saja juga bisa, dan sudah dijalankan. Lantas bedanya apa, ini kan hanya persoalan kepada siapa dan pertanggungan jawab penggunaan anggaran," ujar Armuji.
Dewan berupaya memasukkan anggaran Rp 28 miliar rencana anggaran untuk siswa SMA/SMK ini bukannya tanpa alasan. Salah satu, pertimbangannya adalah karena banyak keluhan dari masyarakat yang anaknya putus sekolah.
"Kami saat turun di masyarakat banyak yang sambat (mengeluh) anaknya yang putus sekolah. Kami sebagai wakil rakyat kemudian mencari referensi, pemerintah daerah mana yang bisa menerapkan bantuan APBD untuk SMA/SMK. Di Semarang ternyata bisa," ungkapnya. (pan)
Comments
Post a Comment