SURABAYA (Mediabidik) – Dampak penolakan raperda mihol oleh Pemprov Jawa Timur terus bergulir. Hal tersebut menuai kritikan pedas dari sekretaris pansus raperda mihol, Maslan Mansur. Anggota komisi B ini mengatakan, penolakan terhadap raperda mihol jelas tidak bertentangan dengan peraturan diatasnya yaitu Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 6/M-DAG/PER/1/2015, tentang Perubahan Kedua atas Permendag Nomor 20/M-DAG/PER/4/2014, tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Perizinan Minuman Beralkohol, demikian ungkapan Maslan Mansur atas penolakan Raperda mihol yang diajukan ke pemerintah provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim).
"Harusnya Pemprov Jatim belajar lagi pada pemberlakukan Perda larangan mihol di Sukabumi Jawa barat. Kenapa di sana perda pelarangan di setujui pihak Pemerintah Provinsi Jabar. Sedang di Surabaya malah ditolak," ucap Maslan.
Kenapa Raperda pelarangan mihol kami ajukan setelah melalui proses pansus yang cukup alot pembahasannya. Sangat jelas raperda pelarangan mihol kami ajukan untuk tujuan kemaslahatan ummat dan menyelamatkan generasi muda." Hal ini kami lakukan semata-mata untuk menjaga moral dan kesehatan anak muda. Ditambah lagi dengan desakan dari berbagai elemen masyarakat Surabaya. Agar melarang peredaran minuman beralkohol di Surabaya," terang politis PKB ini.
Maslan menambahkan, perlunya Pemprov Jatim mengkaji ulang dan melaklukan evaluasi secara menyeluruh terhadap kebijakan yang diambil. Bukan semata-mata untuk tujuan bisnis belaka. Namun lanjut dia, hal yang sangat penting memperbaiki moral anak muda di Surabaya dampak pengaruh minum beralkohol tersebut."Di Sukabumi saja bisa mengatur tentang pelarangan peredaran mihol dan Pemprov Jabar menyetuji Perda itu. Kenapa Pemprov Jatim menolak dari setiap perbaikan moral generasi mudanya," tegasnya.
Ada apa ini semua, kalau bukan hanya yang mereka pikirkan masalah bisnisnya saja. Tapi tidak melihat dampak terburuk yang diakibatkan mengkonsumsi minuman beralkohol. Dan harusnya kerangka berpikir Pemprov jatim itu pada pengrusakan moral serta kesehatan yang menjadi tolak ukur yang utama, ungkap Maslan.
"Karena mudzoratnya lebih besar dibanding manfaat yang diperoleh. Banyak kasus akibat minum-minuman beralkohol itu, seperti kasus perampokan, pemerkosaan, pembunuhan dan masih banyak kasus-kasus yang belum terungkap akibat minum-minuman beralkohol,"ujar ketua Komisi B, DPRD kota Surabaya ini.
Di Papua yang mayoritas penduduknya suka minuman beralkohol juga bisa menetapkan perda pelarangan peredaran dan produksi mihol. DPRD Papua mendukung dan menyetujui atas penerbitan Perda nomor 15/2013, tentang pelarangan produksi, pengedaran dan penjualan minuman beralkohol. "Inilah langkah protektif dari pemerintah provinsi untuk menyelamatkan dan melindungi penduduk Papua terutama generasi mudanya,"ujar Maslan.
Tak hanya itu lanjut Maslan, Instruksi Gubernur Papua Nomor 3 /INSTR-GUB/Tahun 2016 juga telah diterbitkan. Yang mana, berisi perihal pendataan orang asli Papua dan pelarangan produksi, pengedaran dan penjualan minuman beralkohol di Bumi Cenderawasih, demikian pungkas Maslan. (pan)
Comments
Post a Comment