Skip to main content

I Wayan Titip : Hukum Di Indonesia Masih Tumpul Diatas Tajam Dibawah

SURABAYA (Mediabidik) - Akademisi Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, I Wayan Titip Sulaksana mensanksikan pihak Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dalam penuntasan kasus Japung.

Terutama dalam melakukan penuntasan kasus yang menjerat Ketua Bappilu PDIP Bambang DH. Pasalnya, posisi mantan Walikota Surabaya ini sudah menjadi Pengurus DPP PDIP.

"Kesalahan ada di Kejaksaan Tinggi (Kejati Jatim). Tidak segera menuntaskan. Apalagi Bambang DH sudah menjadi Pengurus PDIP Pusat. Berani ta?," kata Wayan, saat dikonfirmasi via ponselnya Minggu (4/8/2019).

Sayangnya, dikatakan Wayan pihak Korps Adhyaksa ini justru melemparkan bola panas ke penyidik Tipikor Polda Jatim. Sehingga, membuat kasus tersebut mangkrak hingga sembilan tahun lamanya.

Sejauh ini pihak penyidik Tipikor Polda Jatim sudah mengerjakan petunjuk-petunjuk dari Pidsus Kejati Jatim. Namun, berkas tersebut dikembalikan lagi oleh Kejati Jatim.

"Kalau untuk kepentingan Bangsa dan Negara dalam penuntasan kasus korupsi. Seharusnya bekerjasama yang baik. Nah ini yang terjadi tidak begitu," terang Wayan.

Sedianya penuntasan kasus yang terjadi sekitar 2010 silam ini diduga sarat kejanggalan. Wayan berinisiatif untuk melakukan legal litigasi. Yaitu, dengan mengajukan gugatan pra peradilan pada 2013. Namun bukan dia yang mendaftarkan melainkan rekan advokat.

Apakah akan kembali melakukan Pra Peradilan?

"Tunggu SP3 dulu," kata Wayan. Menurutnya, kasus tersebut sampai saat ini masih mengambang. Terlebih ada nuansa politis yang seakan membuat Bambang DH tidak tersentuh hukum.

Menurut Wayan, jika memang Bambang DH tidak bersalah seharusnya hal itu bisa dibuktikan di persidangan.

Ia optimis kasus tersebut bisa segera dinaikkan ke persidangan. Sebab, semua warga negara bersamaan kedudukan di mata hukum. Tidak ada yang kebal dan tidak tersentuh.

"Justru kasihan Bambang DH itu. Statusnya tersangka seumur hidup. Sampai mati pun tetap menyandang status tersangka loh," kata Wayan.


Dengan adanya fakta ini Wayan menilai jika hukum di Indonesia masih tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Sebab teorinya semakin dekat dengan kekuasaan, semakin sulit orang tersebut dijangkau oleh hukum.

Kasus dana Japung mulai diusut Direktorat Kriminal Khusus Polda Jatim sejak 2010. Kasus yang merugikan negara Rp 720 juta tersebut, membuat empat pejabat Pemkot Surabaya saat itu harus merasakan dinginnya lantai penjara. Bahkan keempatnya sudah menghirup udara segar alias bebas.

Mereka yang mantan narapidana dalam kasus Japung yakni mantan Ketua DPRD Surabaya, Musyafak Rouf; mantan Asisten II Pemkot Surabaya, Muklas Udin; mantan Sekretaris Kota, Sukamto Hadi; serta mantan Bagian Keuangan Pemkot Surabaya, Purwito.

2012, Polda Jatim membuka lagi kasus Japung hasil pengembangan dari fakta persidangan Musyafak dkk. Setahun berselang, penyidik menetapkan Bambang DH sebagai tersangka setelah ditemukan bukti dugaan keterlibatan anggota DPRD Jatim itu.(pan)

Foto : Akademisi Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, I Wayan Titip Sulaksana 

Comments

Popular posts from this blog

Tahun Depan, RS BDH Dilengkapi Fasiltas Medician Nuklir

SURABAYA (Mediabidik) - Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya terus mematangkan desain dan konsep fasilitas kedokteran nuklir di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bhakti Dharma Husada (BDH). Bahkan, pemkot sudah menargetkan tahun 2020 nanti, rumah sakit itu sudah dilengkapi fasilitas tersebut. Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya, Febria Rachmanita mengatakan menurut data selama ini, pasien-pasien yang membutuhkan penanganan selalu keluar kota, terutama pasien penyakit kanker. Sebab, di Surabaya hanya ada di RSU Dr Soetomo. Makanya, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini meminta Dinkes untuk menyediakan fasilitas kedokteran nuklir ini demi warga Kota Surabaya. "Itu lah mengapa kita buat kedokteran nuklir ini, supaya warga Surabaya tidak perlu keluar kota untuk mendapatkan pelayanan ini," kata kata Feni-sapaan Febria Rachmanita saat jumpa pers di kantor Humas Pemkot Surabaya, Rabu (23/10/2019). Menurut Feni, jumlah pederita penyakit kanker payu darah tahun 2018 mencapai 5.63

40 Saksi Masuk Dalam Daftar Jaksa, Salah Satunya Anak Risma

SURABAYA (Mediabidik) - Sebanyak hampir 40 orang masuk dalam daftar saksi perkara amblesnya jalan Raya Gubeng, Kota Surabaya, Jawa Timur. Salah satu di antaranya ialah putra dari Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini alias Risma, Fuad Benardi. Jaksa Penuntut Umum tak menyebut dalam kapasitas sebagai apa Fuad insiden Gubeng ambles itu.  Para saksi itu tercantum dalam dua berkas terpisah. Berkas pertama terdiri dari tiga terdakwa dari PT Nusa Konstruksi Enjiniring (NKE) dan berkas kedua juga terdiri dari tiga terdakwa dari pihak pemilik proyek, PT Saputra Karya. "Yang (berkas terdakwa) NKE hampir 40 (saksi)," kata jaksa Rahmat Hari Basuki.  Para saksi itu kebanyakan dari pihak swasta yang digandeng PT Saputra Karya dalam pengerjaan proyek Gubeng Mixed Used Development, gedung pengembangan dari Rumah Sakit Siloam. Ada juga saksi dari pihak Pemerintah Kota Surabaya berkaitan dengan penerbitan Ijin Mendirikan Bangunan atau IMB.  Sayang, Rahmat ogah menyebutkan nama

Dalih Partisipasi Masyarakat, SMAN 8 Surabaya Wajibkan Siswa Bayar Uang Iuran Rp 1,5 Juta

Mediabidik.com - Berdalih iuran partisipasi masyarakat (PM), SMAN 8 Surabaya wajibkan siswa bayar uang iuran pembangunan sekolah sebesar Rp 1,5 juta. Jika tidak membayar siswa tidak dapat ikut ujian. Hal itu diungkapkan Mujib paman dari Farida Diah Anggraeni siswa kelas X IPS 3 SMAN 8 Jalan Iskandar Muda Surabaya mengatakan, ada ponakan sekolah di SMAN 8 Surabaya diminta bayar uang perbaikan sekolah Rp.1,5 juta. "Kalau gak bayar, tidak dapat ikut ulangan," ujar Mujib, kepada BIDIK. Jumat (3/1/2020). Mujib menambahkan, akhirnya terpaksa ortu nya pinjam uang tetangga 500 ribu, agar anaknya bisa ikut ujian. "Kasihan dia sudah tidak punya ayah, ibunya saudara saya, kerja sebagai pembantu rumah tangga. Tolong dibantu mas, agar uang bisa kembali,"ungkapnya. Perihal adanya penarikan uang iuran untuk pembangunan gedung sekolah, dibenarkan oleh Atika Fadhilah siswa kelas XI saat diwawancarai. "Benar, bilangnya wajib Rp 1,5 juta dan waktu terakh