SURABAYA (Mediabidik) - Insiden pelarangan liputan wartawan JTV oleh walikota Surabaya Tri Risma Harini melalui Kabag Humas Pemkot Surabaya beberapa waktu lalu, mendapat perhatian Ketua DPRD Kota Surabaya, Armuji.
Armuji mengecam keras, apa yang dilakukan oleh Risma yang menolak bertemu dengan reporter JTV, merupakan perlakuan yang tidak baik bagi seorang pejabat publik.
"Rontok sudah karir Risma, sebagai Walikota, karena sebagai pejabat publik tidak sepatutnya melarang wartawan meliput." ujarnya kepada wartawan di gedung DPRD Kota Surabaya, Rabu (10/10/2018).
Ia menambahkan, pejabat publik seperti Risma harusnya bisa mempublish dirinya dengan gaya komunikasi yang positif, serta body language yang baik agar karirnya tetap maju.
Armuji kembali mengatakan, Walikota Risma sebagai pejabat publik harusnya bisa mengexpose diri yang baik maka hal itu akan mengangkat citra dirinya sendiri sebagai pejabat publik. Tapi sebaliknya, jika Risma tidak bisa mengekspose dirinya ke publik dengan gaya yang tidak bagus itu akan menjatuhkan dirinya sebagai pejabat publik.
"Apalagi sampai mengusir wartawan, jelas karir politik Risma akan rontok alias habis." tegasnya.
"
"Ini harus segera di clear kan, kalo tidak habis Risma karir nya dan sangat tidak baik di mata publik karena tidak mau bertemu wartawan." ungkapnya.
Di waktu yang sama Direktur JTV Imam Syafii saat dikonfirmasi terkait hal tersebut menyampaikan, kami menyesalkan sikap Humas Pemkot, terutama Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini (Risma).
"Melarang wartawan meliput tidak mencerminkan keterbukaan informasi, apalagi mereka pejabat publik." ucap Imam, Rabu (10/10/2018)?
Masih menurut Imam, memang sempat ada komunikasi antara dirinya dan Fikser. Namun saat itu ia menanyakan alasan Dewi tidak diijinkan meliput Risma.
"Saya tanya ke Fikser, kenapa Dewi dilarang meliput. Fikser bukan menjelaskan tapi malah bilang minta tolong supaya Dewi tidak meliput. Saya tidak habis pikir, apa salahnya Dewi sampai dilarang. Apa karena dia kritis. Saat itu saya bilang ke Dewi cari sumber lain, toh yang rugi mereka sendiri," ungkap Imam.
Menurut Imam, sebenarnya persoalan di kota Surabaya sangat banyak. Setiap media berhak melakukan tugasnya untuk menyampaikan informasi ke publik termasuk mengkritisi kebijakan pemerintah.
"Kalau Risma tidak mau berkomentar, yang rugi dia sendiri. Apalagi persoalan di kota Surabaya ini sangat banyak. Saya bilang ke wartawan JTV untuk selalu bersikap kritis. Tanpa Risma kita bisa minta komentar ke narasumber lain seperti dewan kota," tuturnya.
Ditambahkan Imam, Risma tidak selayaknya alergi dengan kritikan media. Sebab fungsi media adalah sebagai pengontrol.
Dia (Risma) kalau mau dipuji, ya cukup selesai di Humas. Sementara tugas media untuk mengontrol. Persoalan kritik sudah biasa terjadi di semua pejabat publik. Kalau tidak suka dikritik kan bisa memberi hak jawab," tutupnya. (pan)
Comments
Post a Comment