Mediabidik.Com - Untuk menyempurnakan Perda Nomor 5 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Reklame. Kali ini pansus mengundang Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) karena berkaitan dengan kawasan cagar budaya yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan dipasang reklame. Hal ini dilakukan untuk menata estetika kota, karena selama ini Surabaya semakin padat dengan reklame maupun billbord.
Menurut Ketua Pansus Raperda Reklame, Arif Fathoni Kota Surabaya masih banyak bangunan atau kawasan cagar budaya yang harus dilestarikan, agar hak masyarakat dalam menikmati cagar budaya tidak rusak dengan banyaknya reklame yang bertebaran di Surabaya, oleh karena itu dalam perda yang baru nantinya pemasangan reklame akan diklasifikasikan berdasarkan tempat atau kawasan.
"Jadi ada rekomendasi dari TACB kawasan yang diperbolehkan maupun tidak karena merupakan kawasan cagar budaya. Seperti kawasan Tunjungan dan Tugu Pahlawan yang masuk dalam kriteria utama cagar budaya, sehingga tidak boleh ada papan reklame,"kata Fathoni, Selasa (28/2/23).
Rekomendasi tersebut akan ditampung dan nantinya akan dijadikan rumusan dalam merampungkan perda itu. Selama ini menurutnya memang masih banyak kawasan yang masuk dalam cagar budaya, namun tetap dipasang reklame. "Namun tidak semua tidak boleh, ada klasifikasi cagar budaya yang tadi dijelaskan yakni pratama, madya, dan utama. Kalaupun ada kawasan yang boleh harus mendukung kawasan itu. Asal tidak merusak cagar budaya,"ujarnya.
Selama ini pansus telah lima kali melakukan pembahasan raperda itu, dengan hadirnya TACB akan menjawab keraguan masyarakat selama ini atas reklame yang boleh atau tidak dipasang di kawasan cagar budaya. Selain itu Surabaya saat ini memiliki kawasan cagar budaya sebanyak 22 kawasan, situs cagar budaya sebanyak 1 situs, dan bangunan cagar budaya sebanyak 266 bangunan.
Penataan reklame di Surabaya melalui perda baru ini menurut Fathoni bertujuan untuk meningkatkan PAD dari retribusi pemasangan reklame serta mencegah kebocoran. Karena selama ini ada ribuan titik reklame yang tersebar di Surabaya, namun PAD pun tidak sesuai dengan sebaran reklame. Target pajak reklame mencapai Rp 140 miliar, turun dari tahun lalu yang mencapai Rp 148 miliar, namun pendapatan yang dihasilkan Rp 128 miliar.
"Namun tidak dipungkiri tahun lalu masa pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19. Oleh karena itu di tahun ini pendapatan di sektor reklame harus digenjot, apalagi dengan hadirnya perda baru ini,"harap Ketua Fraksi Golkar itu.
Sementara itu Ketua Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Retno Hastijanti mengatakan yang tidak diperbolehkan untuk pemasangan reklame yakni cagar budaya dengan klasifikasi utama. Karena kawasan itu berkaitan dengan peristiwa 10 November maupun kesejarahan yang sangat kuat. Seperti di jalan Pahlawan, Tunjungan maupun Darmo merupakan kawasan cagar budaya bertipe utama. Sedangkan untuk cagar budaya bertipe madya seperti di Jalan Bubutan maupun Diponegoro. "Yang boleh untuk pemasangan reklame yakni cagar budaya madya dan pratama,"kata Retno.
Dengan dilibatkannya dalam pembahasan Raperda Reklame ini menurutnya sangat perlu agar nantinya tidak menimbulkan polemik ketika ada kawasan cagar budaya yang dipasang reklame. "Ini menjadi masukan untuk memperkuat kerangka perda,"tegasnya.
Anggota TACB Prof Johan Silas memberikan saran agar reklame yang dipasang di jalan Surabaya tidak lebih atau kurang dari 45 derajat. Karena menurutnya sangat membahayakan pengguna jalan ketika fokus melihat reklame.
"Banyak videotron atau reklame yang tegak lurus jalan. Padahal idealnya 45 derajat. Jadi saat ini masih banyak reklame yang membahayakan pengguna jalan. Termasuk reklame yang berjalan menggunakan mobil,"kata Johan Silas.
Pakar tata kota itu juga pemasangan reklame juga tidak lepas dari strategi marketing, namun perlu diperlihatkan estetika kotanya. "Semakin hari reklame semakin bertambah. Dan itu memang harus ditata. Agar keindahan kota ini juga terlihat jelas. Jangan merusak estetika kota itu yang penting,"tegasnya.
Kasi Perundang-undangan Bagian Hukum Pemkot Surabaya, Maskur menambahkan pelaksanaan pemasangan reklame selama ini memang ada batasan. Terutama penyelenggaraan reklame yang dilaksanakan pada aset pemkot. "Termasuk di kawasan cagar budaya memang ada larangan, kecuali apabila ada rekomendasi dari TACB. Karena mesti dikomunikasikan dulu,"kata Maskur. (red)
Comments
Post a Comment