Mediabidik.com - DPRD Surabaya turut menyayangkan ratusan pohon dan anak mangrove rusak akibat aktivitas normalisasi di sepanjang sungai kawasan Mangrove Wonorejo.
Wakil Ketua DPRD Surabaya Reni Astuti mengatakan, tanaman mangrove di Wonorejo merupakan benteng pertahanan Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya) dari abrasi. Karena itu, kelestariannya patut untuk dijaga.
Untuk itu, dia mengingatkan Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga (DSDABM) Surabaya untuk lebih memperhatikan standar operasional prosedur (SOP) dalam setiap pelaksanaan normalisasi saluran maupun sungai.
"Seharusnya normalisasi saluran atau sungai harus ada SOP-nya, mengingat sungai yang ada di Surabaya kondisinya bermacam-macam. Ada yang di kawasan padat penduduk, ada yang di sekitar kawasan konservasi. Karenanya, kita mendorong dalam pelaksanaan normalisasi ini harus diimplementasikan secara tepat, sehingga tidak menimbulkan pencemaran dan perusakan lingkungan," ujar Reni, Selasa (6/9/2022).
Politisi PKS ini menegaskan bahwa mempertimbangkan dampak normalisasi sangat penting. Hal ini berlaku untuk seluruh kegiatan normalisasi, baik saluran air maupun di sungai.
Dia mencontohkan kasus lain. Yakni, normalisasi dua tahun lalu di Jalan Arief Rahman Hakim, Kelurahan Keputih, Kecamatan Sukolilo.
Gegara normalisasi yang tak sesuai SOP tersebut, menyebabkan plengsengan ambrol dan menggerus badan Jalan Arief Rahman Hakim.
"Normalisasi saluran itu memang penting sebagai upaya pengendalian banjir, tetapi dampak-dampak normalisasi itu juga perlu diantisipasi," tegasnya.
"Berangkat dari dua kejadian ini (normalisasi mangrove Wonorejo dan saluran Keputih), semestinya menjadi sesuatu yang harus diperhatikan dan menjadi perbaikan ke depan," sambung Reni.
Pimpinan dewan ini berharap, DSDABM lebih komunikatif ketika hendak melakukan normalisasi. Semisal normalisasi di lingkungan konservasi, seperti di mangrove Wonorejo. Maka perlu dikoordinasikan terlebih dahulu dengan pemerhati lingkungan, supaya ada persepsi yang sama.
Dengan begitu, lanjut Reni, maksud dan tujuan yang baik tersebut berakhir positif, menghindarkan dari hal-hal yang tidak diinginkan.
"Kita harap, ke depannya tidak ada lagi persoalan-persoalan yang seperti ini. Apalagi, Surabaya punya keunggulan di mangrove. Jangan sampai kemudian kesannya menjadi tidak bagus bahwa Wali Kota Surabaya tidak peduli dengan kelestarian alam dan lingkungan. Padahal di satu sisi kan punya maksud dan tujuan yang baik," tuntas Reni.
Sebelumnya, pengiat lingkungan yang tergabung di Komunitas Nol Sampah menyayangkan normalisasi yang dilakukan secara sembrono oleh DSDABM di sungai kawasan Mangrove Wonorejo.
Akibat normalisasi saluran air atau pelebaran sungai dengan melakukan pengerukan lumpur itu, menyebabkan ratusan pohon dan anak mangrove berusia 1-2 tahun rusak dan mati. Hal ini disebabkan endapan lumpur hasil pengerukan sengaja dibuang di ekosistem mangrove sepanjang 500 meter.
"Pernyataan pejabat pemkot tentang tidak ada penebangan dan lumpur ditempatkan di lahan yang tidak ada mangrove salah besar. Nyatanya, ada ratusan mangrove yang jadi korban. Ada beberapa pohon yang dipangkas mungkin bisa tumbuh, tetapi sebagian besar ya pasti mati," urai Koordinator Komunitas Nol Sampah Wawan Some.
Aktivis lingkungan ini menjelaskan, mangrove di Wonorejo merupakan kawasan konservasi, sehingga kelestariannya perlu untuk dijaga. Terlebih, Surabaya telah memiliki Perda 19/2014 tentang Perlindungan Pohon.
Selain itu, kawasan Mangrove Wonorejo juga telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi dan ruang terbuka hijau (RTH). Ketetapan ini telah diatur dalam Perda 3/2007 tentang Rencana Tata Ruang Tata Wilayah (RTRW).
Karena itu, pihaknya menyesalkan upaya perusakan dan penebangan ratusan pohon mangrove oleh DSDABM atas dasar normalisasi sungai.
"Pengerukan sungai boleh, tapi bisa kan lumpur ditempatkan di titik-titik tertentu, misalnya setiap 100 meter," tandasnya. (red)
Teks foto: Eskavator DSDABM ratakan ratusan pohon dan anak mangrove di Sungai Wonorejo.
Comments
Post a Comment