Skip to main content

Pansus Raperda Hunian : Penyerahan PSU Bukan Sekadar Formalitas, Banyak Kendala Hukum

SURABAYAIMediabidik.Com– Panitia Khusus (Pansus) Raperda Hunian yang Layak DPRD Surabaya menggelar rapat lanjutan untuk mendengarkan pendapat dari OPD terkait serta untuk penguatan isu-isu yang bakal dimasukkan sebagai point of interest raperda ini. Rapat yang dimulai pada hari Kamis (6/3/2025) pukul 13.20 WIB dipimpin oleh Ketua Pansus Muhammad Saifuddin dihadiri pula oleh Bakesbalitbang, DPRKPP dan Bagian Hukum dan Kerjasama Pemkot Surabaya.

Anggota Pansus, Rio Pattiselano, menyoroti kebijakan pembangunan rumah susun (rusun) dalam rapat terbaru. Ia menegaskan bahwa saat ini terdapat 14 ribu keluarga yang mengantre untuk mendapatkan hunian, yang mayoritas berasal dari kalangan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).

"Pembangunan rusun lima lantai tidak akan cukup untuk mengejar target tersebut. Sebagai solusi, ia mengusulkan agar pembangunan dilakukan dengan lebih tinggi, seperti 20 lantai, agar antrean bisa teratasi lebih cepat,"kata Rio dalam rapat.

Anggota Pansus Hunian Layak, Yona Bagus Widiatmoko, menyoroti lemahnya sanksi terhadap pengembang yang belum menyerahkan Prasarana, Sarana, dan Utilitas (PSU) kepada pemerintah. Dalam rapat, ia mengungkapkan bahwa lebih dari 50 persen pengembang di Surabaya belum memenuhi kewajiban ini, yang akhirnya merugikan warga perumahan.

"Mengacu pada Peraturan Wali Kota (Perwali) No. 14 Tahun 2016, Yona menilai bahwa sanksi bagi pengembang nakal masih terlalu ringan. Saat ini, sanksi yang berlaku hanya berupa peringatan tertulis, penundaan izin, denda maksimal Rp50 juta, pengumuman di media massa, dan blacklist,"ujar Yona yang merasa skeptis bagi pengembang besar, sebab sanksi tersebut tidak cukup memberikan efek jera.

Ia menyoroti kasus Gunung Sari Indah yang sejak dibangun pada 1985 hingga kini PSU-nya belum diserahkan ke pemerintah. "Sudah 42 tahun lebih, bukan hanya perusahaannya yang berkembang, tapi pengembangnya pun beranak-pinak hingga memiliki 11 perusahaan," tandas Yona.

Menjawab persoalan tersebut, Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman serta Pertanahan (DPRKPP) Surabaya, Lilik Arijanto, menyampaikan bahwa memaksa Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) membeli rumah susun milik (rusunami) seharga Rp300 juta adalah kebijakan yang tidak masuk akal dan mencerminkan kegagalan pemerintah dalam menyediakan hunian layak.

"Tujuan utama pembangunan rusunami adalah sebagai solusi bagi penghuni rumah susun sewa (rusunawa) agar bisa meningkatkan taraf ekonomi mereka. Banyak warga yang sudah puluhan tahun tinggal di rusunawa tanpa adanya perubahan ekonomi yang signifikan. Oleh karena itu, pemerintah perlu memberikan intervensi nyata, seperti penyediaan lapangan pekerjaan yang diutamakan bagi mereka," kata Lilik.

Lilik sependapat bahwa kebijakan perumahan bagi MBR harus lebih dari sekadar menyediakan tempat tinggal. Pemerintah harus aktif membantu mereka naik kelas ekonomi agar memiliki daya beli yang cukup untuk beralih dari rusunawa ke hunian yang lebih permanen.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan, Riset, dan Inovasi Daerah (Bakesbalitbang) Surabaya, Irvan Wahyudrajat, mengungkapkan proses penyerahan Prasarana dan Sarana Umum (PSU) di perumahan tidak semudah yang dibayangkan. Ada banyak kendala, baik dari sisi hukum maupun kepentingan finansial yang menyebabkan penyerahan PSU bisa memakan waktu puluhan tahun.

"PSU sering menjadi rebutan antara pengembang dan warga karena ada nilai ekonomi yang cukup besar di dalamnya, seperti iuran keamanan dan kebersihan. Ketika PSU diserahkan, pemerintah sebenarnya sudah diuntungkan karena aset Pemkot bertambah. Tapi dalam praktiknya, ada berbagai alasan yang membuat proses ini berlarut-larut," terang Irvan.

Irvan menegaskan bahwa penyerahan PSU harus dilakukan dengan cermat untuk menghindari masalah hukum dan memastikan tidak ada beban berlebih pada anggaran daerah. Ia pun menekankan pentingnya solusi yang adil agar kepentingan semua pihak tetap terjaga.

Selain itu, ia juga menyoroti beban pemeliharaan yang akan dialihkan ke pemerintah jika PSU diambil alih. Hal ini menjadi dilema, terutama untuk perumahan mewah yang warganya sebenarnya mampu menanggung biaya pemeliharaan sendiri. "Jika pemerintah mengambil alih, maka anggarannya akan masuk ke APBD, padahal seharusnya itu menjadi tanggung jawab warga," tutup Irvan. (red)

Comments

Popular posts from this blog

Dalih Partisipasi Masyarakat, SMAN 8 Surabaya Wajibkan Siswa Bayar Uang Iuran Rp 1,5 Juta

Mediabidik.com - Berdalih iuran partisipasi masyarakat (PM), SMAN 8 Surabaya wajibkan siswa bayar uang iuran pembangunan sekolah sebesar Rp 1,5 juta. Jika tidak membayar siswa tidak dapat ikut ujian. Hal itu diungkapkan Mujib paman dari Farida Diah Anggraeni siswa kelas X IPS 3 SMAN 8 Jalan Iskandar Muda Surabaya mengatakan, ada ponakan sekolah di SMAN 8 Surabaya diminta bayar uang perbaikan sekolah Rp.1,5 juta. "Kalau gak bayar, tidak dapat ikut ulangan," ujar Mujib, kepada BIDIK. Jumat (3/1/2020). Mujib menambahkan, akhirnya terpaksa ortu nya pinjam uang tetangga 500 ribu, agar anaknya bisa ikut ujian. "Kasihan dia sudah tidak punya ayah, ibunya saudara saya, kerja sebagai pembantu rumah tangga. Tolong dibantu mas, agar uang bisa kembali,"ungkapnya. Perihal adanya penarikan uang iuran untuk pembangunan gedung sekolah, dibenarkan oleh Atika Fadhilah siswa kelas XI saat diwawancarai. "Benar, bilangnya wajib Rp 1,5 juta dan waktu terakh...

Komisi B Minta Pemprov serius sosialisasi dana pinjaman untuk pelaku UMKM

SURABAYA ( Media Bidik) - Jatim sangat apresiasi terhadap Pemprov yang mempunyai program membantu pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Jatim dengan menggelontorkan dana sebesar 400 Miliar di Bank UMKM guna memberikan bantuan kredit lunak kepada para pelaku UMKM di Jatim. Namun Chusainuddin,S.Sos Anggota Komisi B yang menangani tentang Perekonomian menilai Pemerintah provinsi masih kurang serius memberikan sosialisasi kepada masyarakat terutrama pelaku UMKM yang sebenarnya ada dana pinjaman lunak untuk mereka. " Ketika saya menjalankan Reses di Blitar,Kediri dan Tulungagung , banyak masyarakat sana tak mengetahui ada dana pinjaman lunak di Bank UMKM untuk para pelaku UMKM, karena sebenarnya jika Pemprov serius memberikan sosialisasi sampai ke tingkat desa,maka saya yakin masyarakat sangat senang sekali," ucap pria yang akrab dipanggil Gus Udin tersebut. Apalagi menyambut MEA, seharusnya pelaku UMKM sudah mengerti kalau ada dana pinjaman unt...

Oknum Staf Kecamatan Dukuh Pakis Pungli KTP, KK dan Akte Kelahiran Rp 8.2 Juta

SURABAYA (Mediabidik) – Mahalnya biaya untuk pengurusan KTP, KK dan Akte Kelahiran, itulah yang terjadi di kecamatan Dukuh Pakis Surabaya yang dialami oleh Sri Wulansari warga asal Kediri. Hanya ingin pindah tempat menjadi warga Surabaya dia harus mengeluarkan biaya Rp 8.2 juta kepada oknum staf kecamatan Dukuh Pakis yang bernama Sugeng, hanya menulis nama, alamat, tempat tanggal lahir dan nama orang tua di kertas kosong dia sudah mendapatkan KTP dan KSK Surabaya tanpa harus membawa surat pindah tempat dari Dispenduk Capil Kediri. Hal itu disampaikan Andi kerabat dari Sri Wulandari saat ditemui di kantor Humas pemkot Surabaya, Selasa (5/12) mengatakan, hanya dengan menyerahkan nama, tempat tanggal lahir dan orang tua sudah dapat KTP dan KSK Surabaya. "Untuk data cabut bendel dari Dispenduk capil dari Kediri tidak perlu, cukup hanya mengisi data nama, tempat tanggal lahir dan nama orang tua, janjinya seminggu jadi, ternyata sebulan lebih baru jadi. Untuk pembua...