SURABAYA - Paguyuban Lokalisasi Sememi menuding bahwa penangkapan 26 PSK di lokalisasi Moroseneng Sememi yang dilakukan oleh Satpol-PP kota Surabaya tidak jelas tujuannya dan melanggar HAM, karena seluruh PSK yang dicakup beridentitas KTP. Mendengar hal ini, Saifudin Zuhri anggota komisi C DPRD Surabaya meminta agar pemkot segera mengembalikan PSK ketempatnya semula.
Sejumlah pengurus paguyuban lokalisasi Sememi (Moroseneng) mendatangi gedung DPRD Surabaya karena tidak terima atas tindakan razia yang dilakukan aparat Satpol-PP kota Surabaya minggu lalu yang mengakibatkan 26 PSKnya diamankan ke Mako Satpol-PP dan dikirim ke Liponsos untuk dilakukan pembinaan.
Sumarno salah satu pengurus paguyuban lokalisasi Sememi menilai bahwa razia yang dilakukan aparat Satpol-PP kota Surabaya tidak jelas maksud dan tujuannya, karena terkesan melakukan pemaksaan.
"Maksud dan tujuan razia kemarin itu apa, yustisi atau apa, ini harus jelas, apalagi mengambil anak-anak kami (PSK red), padahal mereka yang diangkut memiliki identitas yang jelas dan legal yakni KTP," keluhnya. Selasa (03/06/2014)
Untuk itu, Soemarno meminta agar aparat satpol-PP kota Surabaya segera mengembalikan 26 PSK asuhannya ke tempat semula yakni wisma Setia Kawan, Pesona, Sriwijaya dan Srikandi di lokalisasi Moroseneng Sememi.
Menanggapi pengaduan sejumlah perwakilan paguyuban lokalisasi Sememi (Moroseneng), Zaifudin Zuhri anggota komisi C DPRD Surabaya mengatakan bahwa tindakan pemkot Surabaya melakukan razia ke lokalisasi Sememi merupakan sikap pemerintahan yang tidak pro rakyat, karena tidak memberikan keadilan.
"Mereka yang datang ini meminta keadilan, karena pasca penutupan lokalisasi disana ternyata pemkot Surabaya tidak melakukan apa apa, apalagi kondisi dilapangan memang tidak berubah, ini bukti merupakan langkah yang tidak baik," ucap Saifudin.
Namun demikian Saifudin tidak menyalahkan aparat Satpol-PP yang melakukan razia, karena sedang menjalankan tugasnya yang tercantum dalam Perda no 7 tahun 1999, hanya saja penerapannya tidak disesuaikan kondisi dilapangan.
"Sesuai perda, langkah satpol pp melakukan razia sudah benar, tetapi masalahnya langkah pemkot melakukan penutupan lokalisasi tidak ditindaklanjuti dengan program yang telah dicanangkan, harusnya penerapan perda itu disesuaikan dengan kondisi yang ada, karena keberadaan lokalisasi disana itu sudah ada sebelum saya lahir," jelas politisi asal FPDIP ini.
Tidak hanya itu, Saifudin juga menuding bahwa razia yang dilakukan aparat Satpol-PP minggu lalu dan berhasil mencakup 26 PSK merupakan misi yang tidak mempertimbangkan etika kemunusian bahkan termasuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), sekaligus meminta agar segera di kembalikan ke tempatnya.
Dalam penjelasannya, secara tegas Saifudin mengatakan jika pemkot Surabaya telah melakukan pembohongan public, karena terbukti semua program dan janji yang dipulikasikan melalui media tidak terbukti, sehingga PSK, Mucikari dan warga terdampak semakin tidak jelas nasibnya.
"Pemkot surabaya sudah melakukan pembohongan publik, karena janji dan program pemkot Surabaya untuk pasca penutupan wilayah lokalisasi yang termuat disemua media tidak terbukti," tandas ketua Fraksi PDIP DPRD Surabaya ini.(pan)
Sejumlah pengurus paguyuban lokalisasi Sememi (Moroseneng) mendatangi gedung DPRD Surabaya karena tidak terima atas tindakan razia yang dilakukan aparat Satpol-PP kota Surabaya minggu lalu yang mengakibatkan 26 PSKnya diamankan ke Mako Satpol-PP dan dikirim ke Liponsos untuk dilakukan pembinaan.
Sumarno salah satu pengurus paguyuban lokalisasi Sememi menilai bahwa razia yang dilakukan aparat Satpol-PP kota Surabaya tidak jelas maksud dan tujuannya, karena terkesan melakukan pemaksaan.
"Maksud dan tujuan razia kemarin itu apa, yustisi atau apa, ini harus jelas, apalagi mengambil anak-anak kami (PSK red), padahal mereka yang diangkut memiliki identitas yang jelas dan legal yakni KTP," keluhnya. Selasa (03/06/2014)
Untuk itu, Soemarno meminta agar aparat satpol-PP kota Surabaya segera mengembalikan 26 PSK asuhannya ke tempat semula yakni wisma Setia Kawan, Pesona, Sriwijaya dan Srikandi di lokalisasi Moroseneng Sememi.
Menanggapi pengaduan sejumlah perwakilan paguyuban lokalisasi Sememi (Moroseneng), Zaifudin Zuhri anggota komisi C DPRD Surabaya mengatakan bahwa tindakan pemkot Surabaya melakukan razia ke lokalisasi Sememi merupakan sikap pemerintahan yang tidak pro rakyat, karena tidak memberikan keadilan.
"Mereka yang datang ini meminta keadilan, karena pasca penutupan lokalisasi disana ternyata pemkot Surabaya tidak melakukan apa apa, apalagi kondisi dilapangan memang tidak berubah, ini bukti merupakan langkah yang tidak baik," ucap Saifudin.
Namun demikian Saifudin tidak menyalahkan aparat Satpol-PP yang melakukan razia, karena sedang menjalankan tugasnya yang tercantum dalam Perda no 7 tahun 1999, hanya saja penerapannya tidak disesuaikan kondisi dilapangan.
"Sesuai perda, langkah satpol pp melakukan razia sudah benar, tetapi masalahnya langkah pemkot melakukan penutupan lokalisasi tidak ditindaklanjuti dengan program yang telah dicanangkan, harusnya penerapan perda itu disesuaikan dengan kondisi yang ada, karena keberadaan lokalisasi disana itu sudah ada sebelum saya lahir," jelas politisi asal FPDIP ini.
Tidak hanya itu, Saifudin juga menuding bahwa razia yang dilakukan aparat Satpol-PP minggu lalu dan berhasil mencakup 26 PSK merupakan misi yang tidak mempertimbangkan etika kemunusian bahkan termasuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), sekaligus meminta agar segera di kembalikan ke tempatnya.
Dalam penjelasannya, secara tegas Saifudin mengatakan jika pemkot Surabaya telah melakukan pembohongan public, karena terbukti semua program dan janji yang dipulikasikan melalui media tidak terbukti, sehingga PSK, Mucikari dan warga terdampak semakin tidak jelas nasibnya.
"Pemkot surabaya sudah melakukan pembohongan publik, karena janji dan program pemkot Surabaya untuk pasca penutupan wilayah lokalisasi yang termuat disemua media tidak terbukti," tandas ketua Fraksi PDIP DPRD Surabaya ini.(pan)