Mediabidik.com - Munculnya surat pemberitahuan sewa stand dari pemerintah kota Surabaya pada tanggal 8 Agustus 2020 lalu, menuai protes dari pedagang eks Hi-Tech Mall jalan Kusuma Bangsa Surabaya.
Namun pedagang yang sebagian besar berjualan IT (information dan technology) mendesak supaya pemkot menunda rencana itu.
Apalagi sampai saat ini, pengelolahan pusat perbelanjaan IT yang terletak di jalan Kusuma Bangsa oleh pemkot belum maksimal.
Pedagang penuh keterbatasan. Fasilitas pendukung seperti, mesin transaksi elektronik (ATM), BTS (base transceiver satation) yang merupakan sebuah infrastruktur telekomunikasi yang memfasilitasi komunikasi nirkabel antara peranti komunikasi dan jaringan operator, tidak tersedia sini.
"Kesulitan jaringan. Kalau transaksi lewat EDC (electronic data capture) harus keluar gedung dulu untuk cari sinyal. Atau juga kami antar pembeli ke minimarket yang tersedia ATM," kata ketua paguyuban pedagang, Rudi Abdullah kepada media ini. Senin (14/9/20).
Setidaknya kemarin, perwakilan pedagang eks Hi-Tech Mall mengadukan nasibnya kepada DPRD Surabaya. Namun, karena terjadi miskomunikasi, hearing dengan Komisi B yang diagendakan di ruang paripurna tersebut, batal digelar.
"Iya karena ada miskomunikasi," jelas Rudi.
Kembali diungkapkan Rudi, sejak 1 April 2019 diambil alih Pemkot Surabaya dari pengelolahan PT Sasana Boga. Fasilitas pendukung aktifitas jual beli di gedung ini tidak tersedia.
"Ya seperti yang saya sebutkan tadi seperti transaksi saja kita kebingungan. Persoalan ini sudah lama. Tak kunjung ada realisasi dari pemkot," cakapnya.
Bahkan, wacana pemkot akan memberlakukan sewa stan membuat pedagang kaget. Apalagi pengelolahan eks Hi-Tech Mall oleh pemkot aja belum becus.
"Kami kaget juga. Apalagi kondisi sekarang pandemi. Kami minta untuk dipending," tegas Rudi.
Sebenarnya Rudi dan pedagang lain tidak mempersoalkan sewa stan tersebut. Namun, yang lebih penting adalah keseriusan pemkot dalam pengelolahan salah satu ikon Surabaya ini.
Jika, pemkot tidak sanggup, jalan pintasnya pengelolahan bisa diserahkan kepada pihak ke-tiga.
"Jangan sampai perdagangan ini mati. Banyak warga yang menggantungkan nasibnya untuk berjualan di sini maupun yang jadi karyawan di sini," terang pria ini.
Disinggung menggenai sewa, Rudi menjelaskan kalau bevariatif. Tergantung ukuran dan letak stan. Rudi menyebut setiap 1 meter tarif sewanya paling murah sekitar Rp 85.000 per bulan.
"Ada yang 100 ribu, 150 ribu. Tergantung lokasi stan," jelas Rudi.
Sementara itu, Komisi B DPRD Kota Surabaya akan kembali meagendakan pertemuan untuk segara mengentas persoalan ini.
"Insyalllah minggu ini akan kita undang. Baik dari perwalikan pedagang maupun dari pemkot-nya," ringkas wakil ketua Komisi B Anas Karno. (pan)
Comments
Post a Comment