Skip to main content

Keterangan Empat Saksi Ringankan Posisi Terdakwa dr Sudjarno

Mediabidik.com - Sumarso SH, penasehat hukum terdakwa dr Sudjarno, atas perkara dugaan pencemaran nama baik dan fitnah, menegaskan bahwa hadirnya empat saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak Surabaya seakan membuat posisi terdakwa terbantu.

Keterangan para saksi salah satunya pelapor, menurutnya malah meringankan posisi kliennya, selaku mantan direktur Rumah Sakit Mata Undaan tersebut.

Empat saksi tersebut antara lain dr Lidya Nuradianti (pelapor), dr Sahata Poltak Hamonangan Napitupulu, dr Ria Silvia dan Perawat Angga Surya Arsana.

Dalam keterangannya, saksi dr Sahata Poltak Hamonangan Napitupulu membenarkan telah memberikan rekomendasi kepada terdakwa atas pelanggaran standar operasional prosedur (SOP) dan Disiplin yang dilakukan dr Lidya Nuradianti.

"Rekomendasinya melanggar SOP dan Disiplin.Kalau itu dirubah saya tidak tau, itu kewenangan Direktur," terangnya.

Menurutnya, dasar rekomendasi yang diberikan tersebut bermula dari komplain pasien bernama Alesandra Sesha yang tidak terima karena tindakan operasi bukan dilakukan oleh dr Lidya melainkan oleh perawat bernama Angga Surya Arsana.

"Rekomendasi diberikan setelah melakukan klarifikasi," ujarnya.

Sementara itu saksi Lidya Nuradianti mengaku sangat dirugikan. Surat teguran itu berdampak pada citranya sebagai dokter mata, terlebih Ia dinyatakan tidak terbukti melakukan pelanggaran kode etik kedokteran oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Ikatan Dokter Indonesia (MKEK IDI) Surabaya.

"Surat teguran itu baru dicabut saat adanya laporan ke Polisi," ungkapnya.

Namun, menurut Sumarso, putusan yang dikeluarkan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Ikatan Dokter Indonesia (MKEK IDI) Surabaya terhadap dr Lidya tersebut, belum final.

Masih ada langkah banding yang diajukan ke MKEK IDI Pusat di Jakarta. "Artinya dakwaan yang digunakan jaksa untuke jerat terdakwa sangat prematur apabila menggunakan alat bukti surat putusan yang belum final," ujar Sumarso.

Dan, saat ditanya hal itu oleh tim penasehat hukum terdakwa dr Sudjarno kepada saksi dr Lidya, ia mengaku tidak tahu.

"Saya tidak tahu, tapi memang ada klarifikasi dari pusat atas laporan Direktur," katanya.

Selain dr Sahata Poltak Hamonangan Napitupulu dan saksi pelapor, jaksa juga menghadirkan Wadir Pelayanan RSMU, dr Ria Silvia dan Perawat Angga Surya Arsana yang intinya membenarkan adanya komplain dari pasien.

Atas komplain tersebut, RSMU mengaku telah memberikan uang damai sebesar Rp 400 juta.

"Saya tidak tahu jumlahnya," kata saksi Ria Silvia menjawab pertanyaan tim penasehat hukum terdakwa.

Keterangan Ria sempat dipertanyakan ketua majelis hakim Cokorda Gede Arthana, Namun Ria tetap mempertahankan keterangannya.

"Anda sebagai Wakil Direktur Pelayanan lho, masak tidak tahu uang itu untuk apa, uang damai kah atau mengganti kerugian," tanya hakim.

"Saya tidak tahu karena tidak dilibatkan," jawab Ria.

Sedangkan sang perawat, Angga Surya Arsana mengaku jika operasi ke pasien Alesandra Sesha dilakukan karena ada mandat dari dr Lidya.

"Karena dr Lidya sedang melakukan operasi pasien lainya," ungkapnya.

Ditambahkan Sumarso usai sidang, tidak ada istilah rekomendasi yang dirubah. "Karena sifatnya hanya rekomendasi bisa dipakai atau tidak, sesuai peraturan rumah sakit. Dan sebelum disodorkan ke terdakwa, rekomendasi tersebut sudah diketahui dan bahkan sudah diparaf oleh wakil direktur. Lalu dimana salahnya?," Imbuhnya.

Persidangan perkara ini akan dilanjutkan satu pekan mendatang dengan agenda masih mendengarkan keterangan saksi lainnya.

Diketahui, perkara dugaan fitnah ini dilaporkan oleh dr Lidya Nuradianti ke Polrestabes Surabaya. Dia tidak terima lantaran dituduh telah melanggar kode etik dan profesi kedokteran melalui surat teguran tertulis yang dibuat oleh terdakwa saat menjatuhkan sanksi.

Tuduhan tersebut dianggap saksi pelapor tidak berdasar, karena saat sanksi dijatuhkan, Lidya merasa tidak pernah melakukan pelanggaran etika dan profesi dan diperkuat oleh putusan

Salah satu yang dijadikan jaksa sebagai alat bukti adalah Keputusan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Nomor : 06/MKEK/IDI-SBY/VII/2018 Tanggal 20 Agustus 2018.

Dalam kasus ini, terdakwa didakwa melanggar Pasal 310 ayat (2) KUHP dan pasal 311 ayat (1) KUHP. (opan)

FOTO: Tampak terdakwa didampingi penasehat hukumnya saat persidangan yang digelar di PN Surabaya. Henoch Kurniawan

Comments

Popular posts from this blog

Tahun Depan, RS BDH Dilengkapi Fasiltas Medician Nuklir

SURABAYA (Mediabidik) - Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya terus mematangkan desain dan konsep fasilitas kedokteran nuklir di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bhakti Dharma Husada (BDH). Bahkan, pemkot sudah menargetkan tahun 2020 nanti, rumah sakit itu sudah dilengkapi fasilitas tersebut. Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya, Febria Rachmanita mengatakan menurut data selama ini, pasien-pasien yang membutuhkan penanganan selalu keluar kota, terutama pasien penyakit kanker. Sebab, di Surabaya hanya ada di RSU Dr Soetomo. Makanya, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini meminta Dinkes untuk menyediakan fasilitas kedokteran nuklir ini demi warga Kota Surabaya. "Itu lah mengapa kita buat kedokteran nuklir ini, supaya warga Surabaya tidak perlu keluar kota untuk mendapatkan pelayanan ini," kata kata Feni-sapaan Febria Rachmanita saat jumpa pers di kantor Humas Pemkot Surabaya, Rabu (23/10/2019). Menurut Feni, jumlah pederita penyakit kanker payu darah tahun 2018 mencapai 5.63

40 Saksi Masuk Dalam Daftar Jaksa, Salah Satunya Anak Risma

SURABAYA (Mediabidik) - Sebanyak hampir 40 orang masuk dalam daftar saksi perkara amblesnya jalan Raya Gubeng, Kota Surabaya, Jawa Timur. Salah satu di antaranya ialah putra dari Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini alias Risma, Fuad Benardi. Jaksa Penuntut Umum tak menyebut dalam kapasitas sebagai apa Fuad insiden Gubeng ambles itu.  Para saksi itu tercantum dalam dua berkas terpisah. Berkas pertama terdiri dari tiga terdakwa dari PT Nusa Konstruksi Enjiniring (NKE) dan berkas kedua juga terdiri dari tiga terdakwa dari pihak pemilik proyek, PT Saputra Karya. "Yang (berkas terdakwa) NKE hampir 40 (saksi)," kata jaksa Rahmat Hari Basuki.  Para saksi itu kebanyakan dari pihak swasta yang digandeng PT Saputra Karya dalam pengerjaan proyek Gubeng Mixed Used Development, gedung pengembangan dari Rumah Sakit Siloam. Ada juga saksi dari pihak Pemerintah Kota Surabaya berkaitan dengan penerbitan Ijin Mendirikan Bangunan atau IMB.  Sayang, Rahmat ogah menyebutkan nama

Dalih Partisipasi Masyarakat, SMAN 8 Surabaya Wajibkan Siswa Bayar Uang Iuran Rp 1,5 Juta

Mediabidik.com - Berdalih iuran partisipasi masyarakat (PM), SMAN 8 Surabaya wajibkan siswa bayar uang iuran pembangunan sekolah sebesar Rp 1,5 juta. Jika tidak membayar siswa tidak dapat ikut ujian. Hal itu diungkapkan Mujib paman dari Farida Diah Anggraeni siswa kelas X IPS 3 SMAN 8 Jalan Iskandar Muda Surabaya mengatakan, ada ponakan sekolah di SMAN 8 Surabaya diminta bayar uang perbaikan sekolah Rp.1,5 juta. "Kalau gak bayar, tidak dapat ikut ulangan," ujar Mujib, kepada BIDIK. Jumat (3/1/2020). Mujib menambahkan, akhirnya terpaksa ortu nya pinjam uang tetangga 500 ribu, agar anaknya bisa ikut ujian. "Kasihan dia sudah tidak punya ayah, ibunya saudara saya, kerja sebagai pembantu rumah tangga. Tolong dibantu mas, agar uang bisa kembali,"ungkapnya. Perihal adanya penarikan uang iuran untuk pembangunan gedung sekolah, dibenarkan oleh Atika Fadhilah siswa kelas XI saat diwawancarai. "Benar, bilangnya wajib Rp 1,5 juta dan waktu terakh