Skip to main content

UNDANG-UNDANG PEMASYARAKATAN BARU SEBAGAI PEMBAHARUAN HUKUM PELAKSANAAN PIDANA

                  Disusun Oleh:
Mohammad (NIM. 1332400014) dan Aly Murtadlo (NIM. 1332400002) (Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum (DIH-47) UNTAG Surabaya)

1. Pendahuluan
Hukum bertujuan untuk mewujudkan keselamatan, kebahagiaan, ketertiban didalam masyarakat dan yang utama adalah perlindungan hak asasi manusia. Perlindungan Hak asasi manusia dalam konstitusi merupakan hal dasar dalam negara hukum.(Keadilan et al., 2020).
Untuk mencapai tujuan hukum tersebut, pemerintah berusaha untuk memperbesar pengaruhnya terhadap masyarakat degan berbagai alat yang ada padanya. Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturanuntuk menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut. Dalam hukum pidana pasti tidak akan terlepas dari permasalahan-permasalahan pokok yang adalah salah satu bagian penting dalam proses berjalannya hukum pidana.

Dalam setiap proses kehidupan manusia, kejahatan selalu hadir disekitar kita dan dampaknya dapat dirasakan dengan kerugian yang beragam. Karena mempengaruhi kehidupan manusia dalam masyarakat, masalah kejahatan dalam masyarakat saat ini sebagai fenomena akan selalu dibicarakan. Tidak dapat disangkal bahwa kejahatan ini terjadi dalam kehidupan manusia dengan persaingan kepentingan.(Rotarigma and Mangesti, 2022)
Secara dogmatis dapat dikatakan, bahwa di dalam hukum pidana terdapat tiga pokok permasalahan,yaitu: "perbuatan yang dilarang, orang yang melakukan perbuatan yang dilarang itu dan pidana yan diancamkan terhadap pelanggaran larangan itu". Selain itu bagian terpenting dalam hukum pidana yang saat ini masih kurang mendapat perhatian ialah bagian mengenai pemidanaan (Priyatno Dwidja, 2013).  

Masalah pemidanaan adalah masalah yang kurang mendapat perhatian dalam perjalanan hukum, bahkan ada yang menyatakan sebagai anak tiri (maurach). Padahal syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk memungkinkan penjatuhan pidana, maka masalah pemidanaan dan pidana adalah masalah yang sama sekali tidak boleh dilupakan. Segala pengaturan mengenai hukum pidana ini pada akhirnya akan berpuncak pada pemidanaan yang dapat merenggut kemerdekaan seseorang, kejahatan, penjahat (pembuat kejahatan) dan pidana, serta adalah syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk memungkinkan penjatuhan pidana. Maka masalah pemidanaan dan pidana adalah masalah yang sama sekali tidak boleh dilupakan (Eddy Djunaedi Karnasudirdja, 2018).       

Apabila dikaji lebih dalam filsafat pemidanaan bersemayam ide-ide dasar pemidanaan yang menjernihkan pemahaman tentang hakikat pemidanaan sebagai tanggung jawab subjek hukum terhadap perbuatan pidana dan otoritas publik kepada negara berdasarkan atas hukum. Sedangkan teori pemidanaan berada dalam proses keilmuwan yang mengorganisasi, menjelaskan dan memprediksi tujuan pemidanaan bagi negara, masyarakat dan subjek hukum terpidana.

Secara sederhana pidana didefinisikan sebagai suatu penderitaan yang sengaja diberikan oleh negara pada seseorang atau beberapa orang sebagai akibat atas perbuatan-perbuatan yang menurut aturan hukum pidana adalah perbuatan yang dilarang. Oleh karena itu, setiap perbuatan pidana harus mencantumkan dengan tegas perbuatan yang dilarang berikut sanksi pidana yang tegas bilamana perbuatan tersebut dilanggar. Wujud penderitaan berupa pidana atau hukuman yang dijatuhkan oleh negara diatur dan ditetapkan secara rinci, termasuk bagaimana menjatuhkan sanksi pidana tersebut dan cara melaksanakannya. Hukum pidana merupakan semua dari peraturan yang menentukan perbuatan hal yang dilarang serta hal yang masuk dalam tindakan pidana, dan menentukan hukuman apa yang dapat di jatuhkan kepada yang melakukannya.(Sriwidodo, 2019).

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terdapat dua jenis sanksi yang dapat dijatuhkan kepada seseorang apabila terbukti telah melanggar hukum. Pengaturan mengenai jenis-jenis pidana tercantum dalamPasal 10 KUHP terdiri dari pidana pokok dan pidana tambahan. Pidana pokok meliputi, (1) pidana mati, (2) pidana penjara, (3) pidana kurungan, (4) pidana denda dan(5) pidana tutupan (ditambahkan berdasarkan UUNomor 20 Tahun 1946). Sedangkan pidana tambahan meliputi, (1) pencabutan hak-hak tertentu, (2) perampasan barang-barang tertentu dan(3) pengumuman putusan hakim. Salah satu bentuk pidana yang lazim dijatuhkan terhadap seseorang yang melakukan kejahatan ialah pidana penjara (P.A.F Lamintang, 2012).

Tujuan hukum pidana ialah mencegah masyarakat melakukan suatu tindak pidana sehingga tercipta suatu penegakan hukum, sebagai sarana pengayoman masyarakat (tujuan preventif) serta menyadarkan seseorang yang melakukan tindak pidana agar tidak melakukan atau mengulangi tindak pidana (tujuan represif). Selain produk  hukum, diperlukan pula para penegak hukum yang berperan sebagai pelaksana Peraturan Perundang-Undangan dalam rangka penegakan hukum, baik penegak hukum yang terkait langsung seperti Polisi, Jaksa, Hakim maupun penegak hukum yang tidak terkait secara langsung seperti misalnya Lembaga Pemasyarakatan. Lembaga ini meskipun tidak terkait langsung dalam penegakan hukum, tetapi berperan besar dalam menciptakan ketertiban masyarakat dalam kehidupan hukum. Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20, Pasal 27 ayat (1), dan Pasal 28D ayat (1)  Undang-Undang Dasar Tahun 1945, dalam upaya pembaharuan hukum pidana, Pemerintah merevisi undang-undang pemasyarakatan yang baru menjadi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022  tentang Pemasyarakatan yang mendasari tugas dan fungsi dari lembaga ini.

Lembaga pemasyarakatan ialah salah satu pranata hukum yang tidak bisa dipisahkan dalam kerangka besar bangunan hukum di Indonesia, khususnya dalam kerangka Hukum Pidana. Sumbangan yang diberikan salah satunya dalam hal pembinaan terhadap narapidana selama menjalani masa-masa hukumannya di penjara. Bahkan pembinaan serta pengawasan ini diberikan pula pada narapidana bebas untuk periode-periode waktu tertentu. Tujuan dari pembinaan yangdilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan ialah agar narapidana tidak mengulangi lagi perbuatannya dan bisa menemukan kembali kepercayaan dirinya serta bisa diterima menjadi bagian dari anggota masyarakat. Selain itu pembinaan juga dilakukan terhadap pribadi dari narapidana itu sendiri. Tujuannya agar narapidana mampu mengenal dirinya sendiri dan memiliki tingkat kesadaran diri yang tinggi.

Keberhasilan tujuan pemasyarakatan tergantung dari beberapa pihak yang terkait antara lain petugas-petugas yang melakukan pembinaan, instansi-instansi yang terkait dan yang paling penting ialah peran serta masyarakat yang diharapkan bisa membantu pelaksanaan pembinaan narapidana. Masyarakat memiliki peranan yang sangat berarti dalam proses resosialisasi narapidana yang saat ini masih sulit dilaksanakan. Hal ini dikarenakan pada waktu narapidana selesai menjalani hukumannya dan siap kembali ke masyarakat tidak jarang muncul permasalahan dikarenakan kurang siapnya masyarakat menerima mantan narapidana. Banyak masyarakat yang merasa takut, curiga dan kurang percaya pada mantan narapidana yang kembali pada kehidupan sosial, meskipun mantan narapidana sudah menunjukkan sikapnya yang baik. Masih banyak masyarakat yang memperlakukannya secara tidak wajar. Hal ini yang mungkin menjadi salah satu pemicu seseorang mengulangi perbuatan yang melanggar hukum.

Pelaksanaan pembinaan narapidana dalam upaya mengembalikan narapidana menjadi masyarakat baik sangatlah penting dilakukan, tidak hanya bersifat material atau spirituwal saja, melainkan keduanya harus berjalan degan seimbang, ini adalah hal-hal pokok yang menunjang narapidana mudah dalam menjalani kehidupannya setelah selesai menjalani masa pidana. Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan diharapkan mampu membentuk kepribadian serta mental narapidana yang dianggap tidak baik di mata masyarakat menjadi berubah ke arah yang normal dan sesuai degan norma dan hukum yang berlaku. Didalam pelaksanaan pembinaan ini memerlukan kerjasama dari komponen komponen yang menunjang keberhasilan proses pembinaan narapidana, yaitu petugas LAPAS, narapidana dan masyarakat. Hal ini dikarenakan ketiganya saling berhubungan satu dengan yang lainnya.

Pembinaan pemasyarakatan, perlu didasarkan pada suatu asas sebagai pegangan atau pedoman bagi para pembina agar tujuan pembinaan yang dilakukan bisa tercapai degan baik. Untuk itu, dalam Undang-Undang Pemasyarakatan Baru, berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan, asas-asas pembinaan pemasyarakatan meliputi:
1. Asas Pengayoman 
2. Asas Nondiskriminasi 
3. Asas Kemanusiaan
4. Asas Gotong Royong 
5. Asas Kemandirian
6. Asas Proporsionalitas
7. Asas Kehilangan Kemerdekaan sebagai Satu-satunya Penderitaan
8. Asas Profesionalitas
Asas-asas pembinaan pemasyarakatan di atas merupakan hasil pembaharuan hukum pidana yang melahirkan Undang-Undang Pemasyarakatan Baru, yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 sebagai pelaksanaan hukum pidana.
Pembaharuan hukum pidana merupakan upaya untuk mereformasi dan menyesuaikan hukum pidana dengan nilai-nilai sosio-politik, sosio-filosofi, dan sosio-kultural masyarakat Indonesia. Ini bertujuan untuk menciptakan sistem hukum pidana yang lebih relevan, adil, dan efektif. Pembaharuan ini meliputi peninjauan ulang perumusan tindak pidana, pertanggungjawaban pidana, dan sanksi yang sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat. 

Lahirnya Undang-Undang Pemasyarakatan Baru, yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 merupakan salah satu pembaharuan dalam hukum pidana. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan merupakan pembaharuan signifikan dalam hukum pidana, khususnya terkait sistem pemasyarakatan.  Undang-undang tersebut mengadopsi paradigma rehabilitasi dan reintegrasi sosial, dengan fokus pada perbaikan perilaku narapidana dan anak binaan agar dapat kembali menjadi anggota masyarakat yang produktif.
 
2. Asas-asas Pembinaan dalam Undang-Undang Pemasyarakatan Baru sebagai Pembaharuan dalam Hukum Pidana
a. Asas Pengayoman
Asas Pengayoman sebagaimana penjelasan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 Tentang Pemasyarakatan memiliki pengertian melindungi masyarakat dari kemungkinan diulanginya tindak pidana oleh Warga Binaan, memberikan bekal hidup kepada Warga Binaan agar menjadi warga yang berguna di dalam masyarakat sebagai wujud perlindungan untuk menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat. 
b. Asas Nondiskriminasi 
Pasal 1 ke-3 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia disebutkan pengertian diskriminasi  adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan lainnya.
c. Asas Kemanusiaan 
Asas Kemanusiaan sebagaimana penjelasan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 Tentang Pemasyarakatan memiliki pengertian bahwa pelaksanaan sistem pemasyarakatan didasarkan pada perlindungan dan penghormatan hak asasi serta harkat dan martabat Tahanan, Anak, dan Warga Binaan.
d. Asas Gotong Royong 
Asas Gotong Royong sebagaimana penjelasan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 Tentang Pemasyarakatan memiliki pengertian bahwa Sistem Pemasyarakatan dilaksanakan secara bersama-sama antara Tahanan, Anak, dan Warga Binaan dengan Petugas Pemasyarakatan, aparatur penegak hukum, aparatur pemerintahan, dan masyarakat untuk mencapai tujuan penyelenggaraan Sistem Pemasyarakatan.

e. Asas Kemandirian 
Asas Kemandirian sebagaimana penjelasan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 Tentang Pemasyarakatan memiliki pengertian bahwa  pelaksanaan sistem pemasyarakatan yang bertujuan untuk mengembangkan potensi diri berdasarkan atau dengan memperhatikan kemampuan dari Tahanan, Anak, dan warga binaan agar dapat mengembangkan kualitas diri.
f. Asas Proporsionalitas 
Asas proporsionalitas sebagaimana penjelasan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 Tentang Pemasyarakatan memiliki pengertian bahwa keseimbangan perlakuan yang disesuaikan dengan kebutuhan serta hak dan kewajiban.
g. Asas  Kehilangan Kemerdekaan Sebagai Satu-Satunya Penderitaan 
Asas Kehilangan Kemerdekaan Sebagai Satu-Satunya Penderitaan sebagaimana penjelasan  Pasal 3 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 Tentang Pemasyarakatan memiliki pengertian bahwa negara tidak boleh membuat kondisi orang yang dilayani atau dibina menjadi lebih buruk daripada sebelum mereka dirampas kemerdekaannya. Dalam kondisi hilang kemerdekaan tersebut diisi dengan upaya yang ditujukan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas mereka selaku anggota masyarakat.
h. Asas  Profesionalitas 
Pasal 1 ke-4  Undang-Undung Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yang dimaksud profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.

3. Daftar Bacaan
Asmara As (no date) 'Pengantar Studi, (Jakarta: Rajawali Press, 2014), hlm. 8'.
Dwidja, P. (no date) 'Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia, (Bandung : PT Refika Aditama, 2013), hlmn 45'.
Eddy Djunaedi Karnasudirdja (2018) Beberapa Pedoman Pemidanaan dan Pengawasan Narapidana. Jakarta: Bina Aksara.
Keadilan, M. et al. (2020) '2922-8448-1-Pb', 13(1), pp. 44–59.
P.A.F Lamintang (2012) Hukum Penitensier Indonesia, Jakarta. Sinar Grafika.
Pusat, T.P.K. (no date) 'Tim Penyusunan Kamus pusat dan pembinaan dan pengembangan Bahasa Depdikbud kamus besar bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1994, hlm. 192'.
Rotarigma, N.N. and Mangesti, Y.A. (2022) 'Pertanggungjawaban Pidana Orang Dengan Berkepribadian Ganda (Dissociative Identity Disorder) Yang Melakukan Tindak Pidana Pembunuhan', Bureaucracy Journal : Indonesia Journal of Law and Social-Political Governance, 2(1), pp. 534–545. Available at: https://doi.org/10.53363/bureau.v2i1.149.
Sriwidodo, J. (2019) Kajian Hukum Pidana Indonesia "Teori dan Praktek".
Sudewo, F.A. (2022) 'Penologi Dan Teori Pemidanaan', Penologi Dan Teori Pemidanaan, 1, p. 32.
Wardan, N.E. and M. Towil Umuri (no date) 'Bentuk-Bentuk Pembinaan Moral, (Citizenship. I, 2015), hlm. 51'.
Peraturan Perundang-Undangan:
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 Tentang Pemasyarakatan. 

Penulis adalah Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum (DIH-47) UNTAG Surabaya)

Comments

Popular posts from this blog

Dalih Partisipasi Masyarakat, SMAN 8 Surabaya Wajibkan Siswa Bayar Uang Iuran Rp 1,5 Juta

Mediabidik.com - Berdalih iuran partisipasi masyarakat (PM), SMAN 8 Surabaya wajibkan siswa bayar uang iuran pembangunan sekolah sebesar Rp 1,5 juta. Jika tidak membayar siswa tidak dapat ikut ujian. Hal itu diungkapkan Mujib paman dari Farida Diah Anggraeni siswa kelas X IPS 3 SMAN 8 Jalan Iskandar Muda Surabaya mengatakan, ada ponakan sekolah di SMAN 8 Surabaya diminta bayar uang perbaikan sekolah Rp.1,5 juta. "Kalau gak bayar, tidak dapat ikut ulangan," ujar Mujib, kepada BIDIK. Jumat (3/1/2020). Mujib menambahkan, akhirnya terpaksa ortu nya pinjam uang tetangga 500 ribu, agar anaknya bisa ikut ujian. "Kasihan dia sudah tidak punya ayah, ibunya saudara saya, kerja sebagai pembantu rumah tangga. Tolong dibantu mas, agar uang bisa kembali,"ungkapnya. Perihal adanya penarikan uang iuran untuk pembangunan gedung sekolah, dibenarkan oleh Atika Fadhilah siswa kelas XI saat diwawancarai. "Benar, bilangnya wajib Rp 1,5 juta dan waktu terakh...

Tiga Alasan Kejaksaan Ajukan Kasasi Atas Vonis Bebas Eks Dirut PT DOK

SURABAYA (Mediabidik) – Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasipidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya, Heru Kamarullah, secara tegas menyatakan pihaknya sudah menyatakan secara resmi, untuk mengajukan perlawanan terhadap vonis bebas yang dijatuhkan hakim Pengadilan Tipikor Surabaya terhadap Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Dok dan Perkapalan Surabaya (DPS), Riry Syeried Jetta. "Perlawanan dalam bentuk upaya hukum kasasi tersebut sudah resmi kita dinyatakan ke Pengadilan pada Rabu (23/10/2019) lalu," terang Heru, Jumat (25/10/2019) Heru menambahkan, Kasasi atas putusan bebas tersebut dilakukan berdasarkan tiga pertimbangan sebagaimana diatur dalam pasal 253 Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pertama, terkait peraturan hukum yang tidak diterapkan sebagaimana mestinya. Kedua, untuk menguji kinerja hakim dalam mengadili perkara telah sesuai dengan Undang-Undang apa tidak atau dalam istilah hukum disebut judex facti. Dan yang ketiga, untuk menguji batas kewenangan pe...

Komisi B Minta Pemprov serius sosialisasi dana pinjaman untuk pelaku UMKM

SURABAYA ( Media Bidik) - Jatim sangat apresiasi terhadap Pemprov yang mempunyai program membantu pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Jatim dengan menggelontorkan dana sebesar 400 Miliar di Bank UMKM guna memberikan bantuan kredit lunak kepada para pelaku UMKM di Jatim. Namun Chusainuddin,S.Sos Anggota Komisi B yang menangani tentang Perekonomian menilai Pemerintah provinsi masih kurang serius memberikan sosialisasi kepada masyarakat terutrama pelaku UMKM yang sebenarnya ada dana pinjaman lunak untuk mereka. " Ketika saya menjalankan Reses di Blitar,Kediri dan Tulungagung , banyak masyarakat sana tak mengetahui ada dana pinjaman lunak di Bank UMKM untuk para pelaku UMKM, karena sebenarnya jika Pemprov serius memberikan sosialisasi sampai ke tingkat desa,maka saya yakin masyarakat sangat senang sekali," ucap pria yang akrab dipanggil Gus Udin tersebut. Apalagi menyambut MEA, seharusnya pelaku UMKM sudah mengerti kalau ada dana pinjaman unt...