SURABAYAIMediabidik.Com– Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pengendalian dan Penanggulangan Banjir oleh Panitia Khusus (Pansus) Komisi C DPRD Kota Surabaya berlangsung ketat, Rabu (7/5/2025). Rapat yang digelar di ruang Komisi C DPRD Surabaya itu dihadiri oleh berbagai pihak, mulai dari camat hingga organisasi perangkat daerah (OPD) terkait.
Rapat dipimpin langsung oleh Ketua Pansus, Aning Rahmawati., yang menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah dan masyarakat dalam menyelesaikan persoalan banjir di Surabaya.
"Drainase kita sebenarnya sudah cukup bagus dibanding kota-kota lain. Tapi ada beberapa tantangan, mulai dari anggaran tinggi, proses normalisasi saluran yang belum maksimal, hingga soal kewenangan lintas instansi," ujar Aning kepada awak media usai rapat.
Salah satu contoh kewenangan yang disebut Aning adalah masalah plengsengan di wilayah Sukolilo yang digunakan sebagai permukiman. Menurutnya, area tersebut berada di bawah kewenangan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS), dan pihaknya akan melakukan komunikasi lebih lanjut untuk mencari solusi.
Dalam rapat tersebut, pembahasan juga menyentuh wilayah-wilayah yang terdampak banjir cukup parah, khususnya Kecamatan Rungkut, Tenggilis Mejoyo, Gununganyar, dan Wonocolo. Keempat kecamatan ini sangat bergantung pada kondisi hulu di wilayah Gayungan dan hilir di Medokan Ayu.
"Solusinya, rumah pompa dan saluran gendong akan dibangun di hilir untuk mengatur aliran air. Masalahnya, selama ini pintu air tidak bisa ditutup karena airnya dibutuhkan tambak-tambak di Medokan Ayu dan Wonorejo," jelas Aning.
Ia menyebut, anggaran senilai Rp 38 miliar sudah disiapkan untuk pembangunan rumah pompa dan pembebasan lahan. Proses komunikasi dengan para petambak juga sudah dilakukan, termasuk penyelesaian studi kelayakan (visibility study).
Sementara itu, wilayah Sukolilo yang terdiri dari empat kelurahan juga menjadi fokus. Dinas terkait telah mengalokasikan dana sebesar Rp 50 miliar pada 2025, angka yang jauh lebih rasional dibandingkan usulan tahun sebelumnya yang mencapai Rp 1,3 triliun namun tidak masuk dalam APBD 2024.
Kecamatan Mulyorejo juga tak luput dari perhatian. Rumah pompa di Kalisari Timur yang sangat vital bagi kawasan itu perlu perbaikan besar-besaran. Namun dengan kebutuhan anggaran mencapai Rp 34 miliar, realisasi proyek tersebut tampaknya harus ditunda.
"Di Perda Penanggulangan Banjir ini, akan kita komunikasikan kembali bagaimana bisa masuk skala prioritas," ucap Aning.
Aning juga menyoroti perilaku warga yang justru memperparah kondisi banjir. Dalam kunjungannya ke sejumlah lokasi banjir, ia menemukan banyak rumah warga yang membangun pintu masuk menutupi saluran air.
"Kalau saluran air ditutup oleh rumah warga, ya air tidak bisa mengalir. Jadi solusinya bukan bangun gorong-gorong atau meninggikan jalan, tapi normalkan salurannya. Ini butuh kesadaran warga dan peran aktif camat serta lurah untuk melakukan penertiban," katanya.
Selain itu, pembangunan bosem (embung) juga direkomendasikan untuk dilakukan di taman sekitar Bundaran Bale Hinggil guna mengurangi limpahan air saat hujan deras.
Meski penanganan banjir di Surabaya dinilai lebih baik dibanding kota lain, Aning menegaskan bahwa lahirnya Perda Pengendalian dan Penanggulangan Banjir bukanlah akhir, melainkan awal dari komitmen serius antara legislatif, eksekutif, dan masyarakat. Dengan anggaran besar yang telah disiapkan dan solusi teknis yang sudah dikaji, keberhasilan Perda ini sangat ditentukan oleh kesadaran kolektif seluruh elemen kota.
"Surabaya bebas banjir bukan hanya soal proyek besar, tapi juga bagaimana warga peduli dengan saluran air di depan rumah mereka sendiri," pungkas Aning.(red)
Comments
Post a Comment