SURABAYA (Media Bidik) - Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya berencana membangun tanggul di sekitar Kali Lamong guna mengantisipasi terjadinya banjir. Saat ini, kawasan pemukiman yang ada disekitar sungai tersebut sudah menjadi langganan banjir. Jika tanggul ini tidak segera dibangun, maka Surabaya dalam beberapa tahun ke depan Surabaya akan tenggelam.
Wakil Wali Kota Surabaya,Wisnu Sakti Buana mengatakan, pembangunan tanggul ini yang paling memungkinkan untuk dilakukan. Sebab, kala untuk dilakukan pengerukan, sangat tidak mungkin. Ini karena sungai yang menjadi pemisah wilayah Surabaya dan Gresik ini merupakan kewenangan dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur (Jatim). "Kalau bisa nanti yang dibangun tanggul (di sungai Kali Lamong). Saat ini masih akan koordinasikan. Disekitar Kali Lamong itu sudah menjadi langganan banjir," kata Tri Rismaharini usai rapat paripurna kemarin di gedung DPRD Kota Surabaya. Senin (22/12)
Selain berencana membangun tanggul, kata dia, antisipasi yang lain guna mengantisipasi banjir adalah tempat pengungsian. Saat ini, Pemkot Surabaya sudah menyiapkan tempat pengungsian bagi warga terdampak banjir. Tempat pengungsian ini akan menggunakan bangunan-bangunan milik pemerintah yang tersebar di seluruh Surabaya. Baik itu Surabaya barat, timur, utara dan selatan. Tentunya bangunan yang digunakan sebagai tempat pengungsian ini harus bebas dari banjir. "Antisipasi banjir harus secepatnya kami lakukan mengingat saat ini kan masih pembukaan musim hujan. Baru pembukaan saja sudah banjir, apalagi pada saat puncak musim hujan," ujarnya.
Dia menambahkan, untuk memperlancar saluran air, pihaknya juga akan membuka sudetan-sudetan baru. Sehingga, aliran air akan bisa mengalir dengan maksimal. Kemudian pihaknya juga akan mengoptimalkan fungsi dari rumah pompa. Pompa-pompa yang ada akan dicek lagi untuk mengetahui apakah masih bisa berfungsi dengan baik atau tidak. "Kami juga akan evaluasi kinerja dari dinas PU (pekerjaan umum). Karena saya menduga, banjir di Surabaya beberapa hari lalu dikarenakan kinerja dinas PU tidak maksimal. Banyak proyek-proyek PU seperti box culvert yang tidak selesai sesuai target. Mungkin banjir ini sebagai kado akhir tahun bagi warga Surabaya," katanya sambil tersenyum simpul.
Sementara itu, anggota Komisi B DPRD Kota Surabaya, Achmad Zakaria mendesak pada Pemkot Surabaya untuk segera membentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Saat ini, keberadaan Satkorlak masih belum maksimal dalam penanganan bencana. Ketika BPBD sudah dibentuk, maka penanganan dan antisipasi bencana di Surabaya akan bisa lebih baik. Ini karena badan yang secara khusus menangani masalah tersebut. "Saat ini, Silpa (Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran) kota Surabaya sekitar Rp1,9 triliun. Ini kan uang nganggur, mau diapakan. Jika untuk membiayai BPBD kan bisa lebih bermanfaat," katanya.
Dia mengungkapkan, banjir Surabaya yang terjadi pada Kamis (18/12) lalu itu merupakan bencana terburuk kota Surabaya. Selama ini, sejumlah kawasan yang sebelumnya tidak pernah terjadi banjir, kini terendam. Misalnya di Semolowaru dan Mulyorejo. Secara teknis, banjir ini terjadi karena tidak ada petugas yang secara rutin menjaga pintu air. Pintu air pada saat terjadinya banjir saat itu, dibiarkan terbuka. Sehingga air meluber kemana-mana. Kemudian masalah reklamasi, khususnya di pantai timur Surabaya. Reklamasi ini harus segera dihentikan karena akan memperparah banjir. "Banjir ini terjadi juga mungkin dikarenakan pembersihan box culvert yang tidak dilakukan secara rutin. Sehingga terjadi endapan lumpur," pungkasnya. (bi)
Wakil Wali Kota Surabaya,Wisnu Sakti Buana mengatakan, pembangunan tanggul ini yang paling memungkinkan untuk dilakukan. Sebab, kala untuk dilakukan pengerukan, sangat tidak mungkin. Ini karena sungai yang menjadi pemisah wilayah Surabaya dan Gresik ini merupakan kewenangan dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur (Jatim). "Kalau bisa nanti yang dibangun tanggul (di sungai Kali Lamong). Saat ini masih akan koordinasikan. Disekitar Kali Lamong itu sudah menjadi langganan banjir," kata Tri Rismaharini usai rapat paripurna kemarin di gedung DPRD Kota Surabaya. Senin (22/12)
Selain berencana membangun tanggul, kata dia, antisipasi yang lain guna mengantisipasi banjir adalah tempat pengungsian. Saat ini, Pemkot Surabaya sudah menyiapkan tempat pengungsian bagi warga terdampak banjir. Tempat pengungsian ini akan menggunakan bangunan-bangunan milik pemerintah yang tersebar di seluruh Surabaya. Baik itu Surabaya barat, timur, utara dan selatan. Tentunya bangunan yang digunakan sebagai tempat pengungsian ini harus bebas dari banjir. "Antisipasi banjir harus secepatnya kami lakukan mengingat saat ini kan masih pembukaan musim hujan. Baru pembukaan saja sudah banjir, apalagi pada saat puncak musim hujan," ujarnya.
Dia menambahkan, untuk memperlancar saluran air, pihaknya juga akan membuka sudetan-sudetan baru. Sehingga, aliran air akan bisa mengalir dengan maksimal. Kemudian pihaknya juga akan mengoptimalkan fungsi dari rumah pompa. Pompa-pompa yang ada akan dicek lagi untuk mengetahui apakah masih bisa berfungsi dengan baik atau tidak. "Kami juga akan evaluasi kinerja dari dinas PU (pekerjaan umum). Karena saya menduga, banjir di Surabaya beberapa hari lalu dikarenakan kinerja dinas PU tidak maksimal. Banyak proyek-proyek PU seperti box culvert yang tidak selesai sesuai target. Mungkin banjir ini sebagai kado akhir tahun bagi warga Surabaya," katanya sambil tersenyum simpul.
Sementara itu, anggota Komisi B DPRD Kota Surabaya, Achmad Zakaria mendesak pada Pemkot Surabaya untuk segera membentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Saat ini, keberadaan Satkorlak masih belum maksimal dalam penanganan bencana. Ketika BPBD sudah dibentuk, maka penanganan dan antisipasi bencana di Surabaya akan bisa lebih baik. Ini karena badan yang secara khusus menangani masalah tersebut. "Saat ini, Silpa (Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran) kota Surabaya sekitar Rp1,9 triliun. Ini kan uang nganggur, mau diapakan. Jika untuk membiayai BPBD kan bisa lebih bermanfaat," katanya.
Dia mengungkapkan, banjir Surabaya yang terjadi pada Kamis (18/12) lalu itu merupakan bencana terburuk kota Surabaya. Selama ini, sejumlah kawasan yang sebelumnya tidak pernah terjadi banjir, kini terendam. Misalnya di Semolowaru dan Mulyorejo. Secara teknis, banjir ini terjadi karena tidak ada petugas yang secara rutin menjaga pintu air. Pintu air pada saat terjadinya banjir saat itu, dibiarkan terbuka. Sehingga air meluber kemana-mana. Kemudian masalah reklamasi, khususnya di pantai timur Surabaya. Reklamasi ini harus segera dihentikan karena akan memperparah banjir. "Banjir ini terjadi juga mungkin dikarenakan pembersihan box culvert yang tidak dilakukan secara rutin. Sehingga terjadi endapan lumpur," pungkasnya. (bi)