SURABAYA (Media Bidik) - Rencana penyegelan Pasar Buah Koblen oleh Satpol PP mendapat penentangan dari kalangan DPRD Surabaya. Penyebabnya, banyak masyarakat Surabaya yang menggantungkan hidup dari keberadaan pasar yang berdiri diatas bekas Rumah Tahanan Militer (RTM) ini.
Sekretaris Komisi B DPRD Surabaya Edi Rachmad menilai pedagang tidak boleh menjadi korban dari kelalaian PT Dwi Budi Jaya (DBJ). Proses izin Pasar Buah Koblen yang belum keluar murni menjadi tanggung jawab PT DBJ. Karena itu, dia meminta kepada PT DBJ untuk segera mengurus semua perizinannya.
"Kami mengharap para pedagang jangan jadi korban, tetap bisa berjualan sampai kapanpun. Pedagang harus mendorong supaya PT DBJ segera menyelesaikan perizinan. Pada prinsipnya kami berpihak pada pedagang karena masalah sumber pendapatan," kata saat menerima pedagang Pasar Buah Koblen, Senin (15/12).
Legisalator asal Partai Hanura ini meminta kepada pedagang untuk menemui petinggi PT DBM. Tujuannya untuk menanyakan proses perizinan Pasar Buah Koblen yang hingga empat tahun beroperasi tak kunjung mendapatkan izin dari Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya. "Pedagang harus tahu kendala perizinannya dimana, dengan begitu bisa ikut mengawal perizinannya," imbuhnya.
Dia mengaku khawatir berlarut-larutnya perizinan karena PT DBJ tidak transparan. Berembus kabar, lahan bekas RTM itu akan dijadikan office building(gedung perkantoran). Sehingga izin Pasar Buah Koblen hanya dijadikan kedok untuk mempermudah perizinan. Karena itu, dia meminta para pedagang tidak dimanfaatkan oleh PT DBM.
Puluhan pedagang Pasar Buah Koblen melakukan aksi di depan Gedung DPRD Surabaya kemarin. Mereka meminta rencana penyegelan pasar dibatalkan. Alasannya, pasar yang berdiri di Jalan Bubutan itu menjadi sumber pendapatan untuk menghidupi keluarga. Ketika benar-benar ditutup, para pedagang akan kehilangan sumber penghasilan.
Sebelum datang ke kantor DPRD Kota Surabaya, puluhan pedagang ini sempat berunjuk rasa di Balai Kota Surabaya. Mereka meminta Pemkot Surabaya membatalkan dan menunda penyegelan di lokasi Koblen. Sambil membawa poster dan spanduk penolakan, para pendemo meminta agar ditemui langsung oleh wali kota."Kami minta Bu Risma untuk menemui. Tolong jangan segel pasar koblen. Kami sudah dua minggu hidup dalam ketakutan," teriak salah seorang pedagang.
Kuasa hukum pedagang, Oktavianus, mengatakan sejak Senin (8/12) Satpol PP melarang pedagang menambah barang dagangan. Mereka dilarang memasok barang baru dari luar pasar. Satpol PP hanya memperbolehkan pedagang berjualan sampai dagangannya habis. Setelah itu, para pedagang tidak boleh berjualan lagi.
"Kami akan melawan jika penutupan dilakukan, sampai kapanpun kami tidak akan menyerah, karena pedagang hanya jadi korba," ucapnya.
Dia membantah pedagang menyetujui penutupan saat mediasi antara pedagang, pengelola, dan PT DBM di ruang eksekutif Polrestabes Surabaya. Dia juga menyangkal langkah penutupan Satpol PP dilakukan secara humanis dan persuasif. Okta mengungkapkan, selama ini aparat penegak perda tersebut bertindak anarkis dan represif.
"Kami juga akan mempertimbangkan langkah hukum," terangnya.
Pedagang Pasar Buah Koblen Hunujaya menambahkan, setiap bulan musim buah selalu berganti. Selama penutupan ini, tidak bisa memasukkan buah ke pasar. Akibatnya, stok buah yang ada rumah dan kebun tidak bisa masuk. Sehingga banyak buah milik pedagang yang busuk. "Kalau diarahkan ke kios, pelangannya tidak ada,".pungkasnya. (pan)