
SURABAYA - Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menepis tudingan alokasi dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT)tahun anggaran 2013. Seperti berita yang dimuat oleh salah satu media, diberitakan bahwa alokasi DBHCHTdiduga jadi bancaan oknum Pemkot. Media tersebut mengindikasikan penggunaan DBHCHT tidak transparan, bahkan tidak sesuai dengan peruntukannya.
Namun, kabar tersebut disangkal oleh Pemkot Surabaya melalui Kepala Bagian Humas Pemkot Surabaya, Muhamad Fikser mengklarifikasi pemberitaan tersebut bahwa tidak benar bila penggunaan belanja DBHCHT di Kota Surabaya, tidak sesuai peruntukan, menurutnya, di Kementrian Keuangan, pada setiap tahunnya ada evaluasi dan monitoring terkait penggunaan DBHCHT di kabaupaten/kota di Indonesia.
"Dan dari hasil monitoring tahun 2013 kemarin, tidak ada masalah dengan penggunaan DBHCHT di Pemkot Surabaya. Jadi, apa yang dilakukan Pemkot Surabaya tidak salah," tegas Muhamad Fikser meluruskan pemberitaan yang ada.
Mantan Camat Sukolilo ini menjelaskan, selama ini Pemkot Surabaya telah diakui pemerintah pusat sebagai pemerintah kota yang berhasil menerapkan good governance. Dan salah satu tolok ukur dari adanya good governance itu adalah penggunaan anggaran yang transparan. Pemkot Surabaya sukses menerapkan e-budgeting. Bahkan, atas kesuksesan tersebut, Pemkot Surabaya jadi jujugan bagi kepala daerah di kota-kota lain untuk belajar.
"Terkait penggunaan DBHCHT kan sudah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) Nomor 84/PMK.07/2008. Pasalnya pasal 7. Makanya, saya mempertanyakan kalau kemudian penggunaan DBHCHT disebut tidak transparan," ujar Fikser.
Berdasarkan telaah dari substansi berita tersebut, Fikser menyimpulkan bahwa yang dipermasalahkan berita tersebut terkait anggaran yang tidak sesuai penggunaannya adalah pembinaan bagi para petani tembakau serta sosialisasi ketentuan di bidang cukai terkait mengenai penggunaan cukai palsu. Padahal, jelas Fikser, poin itu merupakan opsi atau pilihan dari beberapa pasal yang ada. Pemkot Surabaya lebih memilih menggunakan anggaran sebagaimana bunyi Pasal 8 huruf c dan huruf d Peraturan Kementrian Keuangan Nomor 84/PMK.07/2008.
Bahwa dalam Pasal 8 tersebut dinyatakan tentang pembinaan lingkungan social digunakan untuk meminimalkan dampak negatif kegiatan industri hasil tembakau dari hulu hingga hilir meliputi diantaranya huruf c menjelaskan tentang penetapan kawasan asap rokok dan pengadaan tempat khusus untuk merokok di tempat umum. Dan huruf d menjelaskan tentang peningkatan derajat kesehatan masyarakat dengan penyediaan fasilitas perawatan kesehatan bagi penderita akibat dampak asap rokok.
"Kalaupun penggunaannya tidak dialokasikan untuk pembinaan bagi para petani tembakau, itu tidak salah. Sebab, penggunaannya dialokasikan untukmeminimalkan dampak negative kegiatan industry hasil tembakau dari hulu hingga ke hilir. Apalagi di Surabaya tidak ada kelompok petani tembakau. Jadi ini pilihan," jelas Fikser.
Fikser menjelaskan, berdasarkan data rekapitulasi pendapatan dan belanja DBHCHT diantaranya digunakan untuk penyediaan fasilitas perawatan kesehatan bagi penderita akibat dampak asap rokok melalui Dinas Kesehatan. Dari target pendapatan 31.598.057.851, realisasinya 32.457.537.653 sesuai dengan Permenkeu Nomor 181/PMK.07/2013 tentang alokasi definitive DBHCHT tahun anggaran 2013 Kota Surabaya Surabaya sebesar Rp 31.196.892.354 dan Permenkeu Nomor 230/PMK.07/2012 tentang alokasi kurang bayar DBHCHT Kota Surabaya sebesar Rp 1.260.645.299. Selain untuk penyediaan fasilitas perawatan kesehatan bagi penderita akibat dampak asap rokok, juga untuk penyediaan fasilitas perawatan kesehatan bagi penderita akibat dampak asap rokok di RSUD Dr Mohamad Soewandhie. Di mana dari target belanja Rp 10.719.871.605 dengan realisasi 10.431.787.000.
Sementara penyediaan fasilitas perawatan kesehatan bagi penderita akibat dampak asap rokok di RSUD Bakti Darma Husada dari target belanja 16.158.788.831, realisasinya 6.422.540.007. Juga pengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana perkantoran
Penggunaan anggaran untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat dengan penyediaan fasilitas perawatan kesehatan bagi penderita akibat dampak asap rokok tersebut sesuai dengan Permenkeu Nomor 20/PMK.07 /2009 tentang perubahan atas perubahan Menteri Keungan Nomor 84/PMK.07/2008 tentng penggunaan dana bagi hasil cukai hasil tembakau dan sanksi atas penyalahgunaan alokasi dana bagi hasil cukia hasil tembakau pasal 7 ayat 1 huruf d.
Berdasarkan data penetapan DBHCHT taun 2013, pendapatan DBHCHT tahun 2013 sesuai dengan Perda Nomor 24 Tahun 2012 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanda Daerah Tahun 2013, tanggal penetapan 26 Desember 2012 adalah sebesar Rp 17.882.119.564. Sementara belanja DBHCHT tahun 2013 sebesar Rp 13.657.576.705. Pendapatan DBHCHT sesuai dengan Peraturan Gubernur Jatim Nomor 976/16692/021/2013, DBHCHT Kota Surabaya sebesar Rp 30.337.412.552. Adapun realisasi pendapatan DBHCHT Kota Surabaya tahun 2013 sebesar Rp 32.457.537.653, yaitu berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) Nomor 181/PMK.07/2013 tentang alokasi definitif DBHCHT Tahun Anggaran 2013 tanggal 13 Desember 2013 kota Surabaya sebesar Rp 31.196.892.354.
Dan Permenkeu Nomor 230/PMK.07/2012 tentang alokasi kurang bayar DBHCHT Tahun Anggaran 2011 tanggal 26 Desember 2012 Kota Surabaya sebesar Rp 1.260.645.299.
Adapun realisasi penggunaan belanja DBHCHT Kota Surabaya Tahun 2013 sebesar Rp 26.016.556.680 berdasarkan Permenkeu Nomor 20/PMK.07/2009 tentang perubahan atas Permenkeu Nomor 84/PMK.07/2008 tentang penggunaan DBHCHT dan sanksi atas penyalahgunaan alokasi dana bagi hasil cukai hasil tembakau sesuai pasal 2 ayat 1 c untuk pembinaan ingkungan social. Peraturan Gubernur Nomor 6 tahun 2012 tentang pedoman umum penggunaan dana bagi hasil cukai hasil tembakau di Jatim sesuai pasal 3 ayat 1 huruf c. Serta Peraturan Walikota Nomor 82 tahun 2011 tentang pedoman teknis pelaksaaan pengunaan DBHCHT Surabaya, Pasal 3 ayat 1 huruf c.
"Untuk selisih antara realisasi pendapatan dan belanja tahun 2013 akan dianggarkan kembali pada tahun 2014," pungkas Fikser.(Topan
)