SURABAYA - Merasa nasibnya tidak mendapatkan pembelaan bahkan mengaku telah diingkari oleh PDIP yang selama ini diikuti dan dibelanya, warga Putat Jaya yang terdampak penutupan lokalisasi Dolly dan Jarak, mulai menyatakan golput atau memilih Capres Rival Pasangan Jokowi-JK yakni Prabowo-Hatta.
Berbagai upaya pembelaan warga Putat Jaya agar pemkot Surabaya menunda deadline penutupan lokalisasi Dolly dan Jarak telah dilakukan, bahkan kini sudah beralih kepada sikap perlawanan, karena beberapa pertemuan yang digelar Wisnu Sakti Buana Wakil Walikota Surabaya masih dinilai belum memberikan solusi yang bisa diterima oleh warga terdampak.
Supeno ketua RT05 RW 06 Kelurahan Putat Jaya mengaku sangat kecewa dengan Wisnu Sakti Buana ketua DPC PDIP Surabaya yang kini menjabat sebagai Wawalikota Surabaya, dianggap telah mengingkari janjinya untuk melakukan pembelaan terhadap keberadaan lokalisasi Dolly dan Jarak saat kampanye Pileg bulan lalu.
"kami sangat kecewa dengan pak Wisnu dan Pak Kadar yang saat kampanye berjanji akan membela warga dengan cara mempertahankan keberadaan lokalisasi disini, dengan syarat memerahkan (coblos Caleg dan partai PDIP-red) warga Putat Jaya, tetapi setelah kami turuti, ternyata sekarang malah berpihak kepada Risma yang akan melakukan penutupan, tentu kami akan melawan sampai titik darah penghabisan karena ini menyangkut penghidupan kami,"ucap pria yang sehari-harinya dipanggil Pak Cupes ini. (9/6/14)
Tidak hanya itu, salah satu warga bernama Pendik yang mengaku turut menjadikan Caleg Kadar berhasil masuk menjadi anggota legeslatif periode 2014-2019 dari PDIP, mengatakan bahwa warga pemilihnya merasa sangat kecewa karena janji yang diucapkan Kadar saat kampanye tidak dibuktikan.
"saat melakukan sosialisasi dengan salah satu caleg perempuan, Kadar meminta peluru berupa meloloskan dirinya menjadi anggota dewan dari PDIP untuk mempertahankan lokalisasi, karena dirinya mengaku hanya punya senjatanya, dan berjanji akan pasang badan didepan dengan buka baju untuk membela warga dari rencana penutupan, dan saat itu spontan direspon oleh salah satu mucikari perempuan yang berteriak siap memelorot (melepaskan-red) celananya jika janjinya tidak dipenuhi," terang Pendik yang diamini Supeno ketua RT.
Dalam ceritanya, Pendik juga menyesalkan sikap Kadar yang saat ini cenderung menghilang setelah sikap dan pernyataan Wisnu Sakti Buana di media mulai mendapat perlawanan dari warga Putat Jaya.
"saat warga melakukan aksi demo penolakan dan meminta kepada pak Wisnu Wawalikota Surabaya untuk mengklarifikasi pernyataannya, Kadar sudah tidak muncul lagi, ini bisa kami artikan bahwa Kadar sudah mulai mengikuti Wisnu sebagai ketua partainya, tetapi mengingkari masyarakat pemilihnya," tandas Pendik.
Hal senada juga diucapkan oleh Ketua RW 06 Putat Jaya yang mengaku telah diperdayai oleh Dinsos kota Surabaya, karena hampir seluruh program dan pendataan terkait rencana penutupan lokalisasi Dolly dan Jarak hanya hasil rekayasa belaka.
"kami pernah diajak studi banding ke Kramat Tunggak oleh Dinsos, perwakilan warga yang berangkat sekitar 10 orang yang terdiri dari 10 RT ditambah dari Kecamatan, kelurahan, Koramil dan Polsek serta Garnisun, padahal ditempat kami ini ada 38 RT, saat itu kami diberikan tiket dan hotel untuk berkunjung ke Kemensos dan meninjau eks lokalisasi Kramat Tunggak, selepasnya kami diajak rekreasi, dengan harapan kami bisa menerima program penutupan lokalisasi," jelasnya.
Lebih lanjut diceritakan bahwa dari hasil plesir ke Jakarta dengan tujuan studi banding itu mulai tercium aroma rekayasa, sehingga ketua RW 06 Putat Jaya spontan menyatakan penolakannya terhadap rencana penutupan lokalisasi Dolly dan Jarak dengan alasan belum mengajak bicara seluruh warga yang akan terdampak. kontan saja pernyataan ketua RW 06 mengagetkan semua pihak dan menjadi bahan pergunjingan di Kemensos, karena diluar perkiraan Supomo Kadinsos kota Surabaya sebagai pimpinan rombongan.
"semua yang dilaporkan Dinsos kota Surabaya kepada Walikota adalah rekayasa, jadi bukan data yang sebenarnya, karena Disnsos belum pernah terjun langsung mendatangi kami seluruh warga terdampak," ulasnya.
Kini rasa kecewa warga Putat Jaya mulai mengarah kepada sikap dan pandangan politiknya terutama terkait pilpres di tanggal 19 Juli 2014 mendatang. awalnya warga menyatakan boikot terhadap Pilpres dengan melakukan penolakan pendirian TPS di wilayah Putat Jaya, namun wacana terus berkembang dan kini mulai melirik Capres Prabowo-Hatta sebagai ungkapan rasa kecewanya dengan PDIP.
"sebenarnya warga Putat Jaya ini adalah basisnya merah (PDIP-red) sejak dulu, namun karena akhirnya kami dikecewakan, maka warga sudah mulai tidak simpati bahkan cenderung akan melakukan perlawanan, dan kemungkinan besar warga akan memboikot namun jika terpaksa harus mengikuti Pilpres, akan memilih Capres selain Jokowi-JK yang diusung PDIP," terang ketua RW 06. (pan)
Supeno ketua RT05 RW 06 Kelurahan Putat Jaya mengaku sangat kecewa dengan Wisnu Sakti Buana ketua DPC PDIP Surabaya yang kini menjabat sebagai Wawalikota Surabaya, dianggap telah mengingkari janjinya untuk melakukan pembelaan terhadap keberadaan lokalisasi Dolly dan Jarak saat kampanye Pileg bulan lalu.
"kami sangat kecewa dengan pak Wisnu dan Pak Kadar yang saat kampanye berjanji akan membela warga dengan cara mempertahankan keberadaan lokalisasi disini, dengan syarat memerahkan (coblos Caleg dan partai PDIP-red) warga Putat Jaya, tetapi setelah kami turuti, ternyata sekarang malah berpihak kepada Risma yang akan melakukan penutupan, tentu kami akan melawan sampai titik darah penghabisan karena ini menyangkut penghidupan kami,"ucap pria yang sehari-harinya dipanggil Pak Cupes ini. (9/6/14)
Tidak hanya itu, salah satu warga bernama Pendik yang mengaku turut menjadikan Caleg Kadar berhasil masuk menjadi anggota legeslatif periode 2014-2019 dari PDIP, mengatakan bahwa warga pemilihnya merasa sangat kecewa karena janji yang diucapkan Kadar saat kampanye tidak dibuktikan.
"saat melakukan sosialisasi dengan salah satu caleg perempuan, Kadar meminta peluru berupa meloloskan dirinya menjadi anggota dewan dari PDIP untuk mempertahankan lokalisasi, karena dirinya mengaku hanya punya senjatanya, dan berjanji akan pasang badan didepan dengan buka baju untuk membela warga dari rencana penutupan, dan saat itu spontan direspon oleh salah satu mucikari perempuan yang berteriak siap memelorot (melepaskan-red) celananya jika janjinya tidak dipenuhi," terang Pendik yang diamini Supeno ketua RT.
Dalam ceritanya, Pendik juga menyesalkan sikap Kadar yang saat ini cenderung menghilang setelah sikap dan pernyataan Wisnu Sakti Buana di media mulai mendapat perlawanan dari warga Putat Jaya.
"saat warga melakukan aksi demo penolakan dan meminta kepada pak Wisnu Wawalikota Surabaya untuk mengklarifikasi pernyataannya, Kadar sudah tidak muncul lagi, ini bisa kami artikan bahwa Kadar sudah mulai mengikuti Wisnu sebagai ketua partainya, tetapi mengingkari masyarakat pemilihnya," tandas Pendik.
Hal senada juga diucapkan oleh Ketua RW 06 Putat Jaya yang mengaku telah diperdayai oleh Dinsos kota Surabaya, karena hampir seluruh program dan pendataan terkait rencana penutupan lokalisasi Dolly dan Jarak hanya hasil rekayasa belaka.
"kami pernah diajak studi banding ke Kramat Tunggak oleh Dinsos, perwakilan warga yang berangkat sekitar 10 orang yang terdiri dari 10 RT ditambah dari Kecamatan, kelurahan, Koramil dan Polsek serta Garnisun, padahal ditempat kami ini ada 38 RT, saat itu kami diberikan tiket dan hotel untuk berkunjung ke Kemensos dan meninjau eks lokalisasi Kramat Tunggak, selepasnya kami diajak rekreasi, dengan harapan kami bisa menerima program penutupan lokalisasi," jelasnya.
Lebih lanjut diceritakan bahwa dari hasil plesir ke Jakarta dengan tujuan studi banding itu mulai tercium aroma rekayasa, sehingga ketua RW 06 Putat Jaya spontan menyatakan penolakannya terhadap rencana penutupan lokalisasi Dolly dan Jarak dengan alasan belum mengajak bicara seluruh warga yang akan terdampak. kontan saja pernyataan ketua RW 06 mengagetkan semua pihak dan menjadi bahan pergunjingan di Kemensos, karena diluar perkiraan Supomo Kadinsos kota Surabaya sebagai pimpinan rombongan.
"semua yang dilaporkan Dinsos kota Surabaya kepada Walikota adalah rekayasa, jadi bukan data yang sebenarnya, karena Disnsos belum pernah terjun langsung mendatangi kami seluruh warga terdampak," ulasnya.
Kini rasa kecewa warga Putat Jaya mulai mengarah kepada sikap dan pandangan politiknya terutama terkait pilpres di tanggal 19 Juli 2014 mendatang. awalnya warga menyatakan boikot terhadap Pilpres dengan melakukan penolakan pendirian TPS di wilayah Putat Jaya, namun wacana terus berkembang dan kini mulai melirik Capres Prabowo-Hatta sebagai ungkapan rasa kecewanya dengan PDIP.
"sebenarnya warga Putat Jaya ini adalah basisnya merah (PDIP-red) sejak dulu, namun karena akhirnya kami dikecewakan, maka warga sudah mulai tidak simpati bahkan cenderung akan melakukan perlawanan, dan kemungkinan besar warga akan memboikot namun jika terpaksa harus mengikuti Pilpres, akan memilih Capres selain Jokowi-JK yang diusung PDIP," terang ketua RW 06. (pan)