Skip to main content

Dewan Prihatin atas Ketimpangan Data Administrasi dan Realitas Kemiskinan

SURABAYAIMediabidik.Com– Klaim Pemerintah Kota Surabaya terkait nihilnya angka kemiskinan ekstrem mendapat sorotan tajam dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Surabaya. Dalam rapat Panitia Khusus (Pansus) Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) bersama Dinas Sosial, Kamis (10/04/2025), sejumlah anggota dewan menyuarakan keprihatinan atas ketimpangan antara data administratif dan realitas keseharian warga.

Sekretaris Pansus LKPJ, Ajeng Wira Wati, menyebut bahwa data resmi yang menyatakan angka kemiskinan ekstrem di Surabaya telah mencapai nol persen masih jauh dari kenyataan. Ia menegaskan bahwa di banyak wilayah kota, masih ditemukan masyarakat miskin yang tidak tercatat secara administratif dan tidak menerima bantuan sosial sebagaimana mestinya.

"Yang kami lihat di lapangan tidak sesuai dengan klaim yang disampaikan. Banyak warga miskin yang tidak masuk data, karena kurangnya edukasi dan lemahnya sistem pendataan," ujar Ajeng usai rapat.

Menurutnya, banyak kendala teknis dan sosial yang membuat warga miskin tercecer dari data pemerintah. Misalnya, warga yang tinggal di rumah kontrakan atau kos-kosan kerap luput dari pendataan karena domisili mereka tidak sesuai dengan alamat KTP.

"Metodologi survei yang hanya mengacu pada data KTP itu problematik. Banyak warga yang tinggal berpindah-pindah, jadi mereka tidak terdeteksi sebagai penerima manfaat,"tambahnya.

Ajeng juga mengkritik standar garis kemiskinan nasional yang dianggap terlalu rendah untuk diterapkan di kota besar seperti Surabaya. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pendapatan di bawah Rp742.000 per kapita per bulan dikategorikan sebagai miskin. Namun, Ajeng menilai angka itu tidak realistis.

"Rp742.000 itu artinya sekitar Rp25.000 per hari. Tidak mungkin cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok di kota seperti Surabaya. Bahkan penghasilan Rp1,5 juta pun masih bisa dianggap miskin,"tegasnya.

Selain itu, Ajeng menyoroti kesalahan dalam penilaian kondisi warga berkebutuhan khusus. Ia mencontohkan kasus seorang penyandang disabilitas yang hidup sendiri namun masuk dalam kategori sejahtera. Menurutnya, ini mencerminkan rendahnya kualitas SDM dalam proses pendataan.

"Kami meminta Dinas Sosial dan kelurahan melakukan cross-check ulang. Ini bukan sekedar soal data, tapi soal keadilan sosial,"ujarnya.

Ajeng pun mendorong agar musyawarah kelurahan (muskel) diaktifkan kembali sebagai mekanisme lokal yang efektif untuk validasi kondisi sosial masyarakat. Ia berharap laporan dari warga terkait lansia, anak putus sekolah, maupun yang belum mendapat bantuan permakanan dapat segera direspons tanpa menunggu lama.

Sementara itu, Ketua Pansus LKPJ DPRD Surabaya, Budi Leksono, juga menyoroti peliknya proses pengurusan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) yang dibutuhkan untuk keperluan pendidikan anak dari keluarga kurang mampu.

"Kadang warga kesulitan dapat surat keterangan karena rumahnya peninggalan, padahal secara ekonomi mereka tidak mampu. Ini sering bikin mereka kesulitan akses ke pendidikan," ungkap Budi.

Ia juga meminta agar sekolah dan lembaga pemerintah tidak semata-mata menilai kondisi rumah secara fisik, tapi melihat kondisi pendapatan riil keluarga. Budi menyarankan agar koordinasi antara sekolah dan instansi sosial dipercepat, terutama untuk jenjang SMA dan perguruan tinggi yang kerap tidak mendapatkan bantuan otomatis.

Di sisi lain, Kepala Dinas Sosial Kota Surabaya, Anna Fajriatin, mengakui bahwa persoalan utama ada pada ketidaksesuaian data antara pusat dan daerah. Ia menyebut bahwa saat ini ada tiga sumber data utama dari pemerintah pusat: DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial), P3KE, dan Regsosek.

"Data dari pusat ini tidak bisa kami ubah semaunya, karena harus dipertanggungjawabkan. Kadang masyarakat menganggap salah sasaran, padahal kami terbatas,"jelas Anna.

Ia menambahkan bahwa saat ini Dinas Sosial tengah memperbarui data melalui DTSN (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial Nasional) bersama para pendamping PKH. Ia berharap pembaruan ini bisa menghasilkan data yang lebih akurat dan responsif terhadap kondisi riil di masyarakat.

"Penilaian status kemiskinan itu kompleks. Tidak cukup hanya lihat kondisi rumah, tapi juga pengeluaran, akses sanitasi, listrik, dan jenis pekerjaan kepala keluarga,"terangnya.

Klaim nol persen kemiskinan ekstrem di Surabaya memang terdengar menjanjikan, namun di balik angka tersebut, masih banyak warga yang hidup dalam ketidakpastian. Kritik dari DPRD menunjukkan bahwa akurasi data, validasi di lapangan, serta respons cepat terhadap laporan warga adalah kunci menuju kesejahteraan yang sebenarnya. Angka bisa dihitung, tapi kesejahteraan harus dirasakan. Maka dari itu, reformasi sistem pendataan dan percepatan respons kebijakan menjadi pekerjaan rumah besar bagi Pemerintah Kota Surabaya ke depan. (red)

Comments

Popular posts from this blog

Dalih Partisipasi Masyarakat, SMAN 8 Surabaya Wajibkan Siswa Bayar Uang Iuran Rp 1,5 Juta

Mediabidik.com - Berdalih iuran partisipasi masyarakat (PM), SMAN 8 Surabaya wajibkan siswa bayar uang iuran pembangunan sekolah sebesar Rp 1,5 juta. Jika tidak membayar siswa tidak dapat ikut ujian. Hal itu diungkapkan Mujib paman dari Farida Diah Anggraeni siswa kelas X IPS 3 SMAN 8 Jalan Iskandar Muda Surabaya mengatakan, ada ponakan sekolah di SMAN 8 Surabaya diminta bayar uang perbaikan sekolah Rp.1,5 juta. "Kalau gak bayar, tidak dapat ikut ulangan," ujar Mujib, kepada BIDIK. Jumat (3/1/2020). Mujib menambahkan, akhirnya terpaksa ortu nya pinjam uang tetangga 500 ribu, agar anaknya bisa ikut ujian. "Kasihan dia sudah tidak punya ayah, ibunya saudara saya, kerja sebagai pembantu rumah tangga. Tolong dibantu mas, agar uang bisa kembali,"ungkapnya. Perihal adanya penarikan uang iuran untuk pembangunan gedung sekolah, dibenarkan oleh Atika Fadhilah siswa kelas XI saat diwawancarai. "Benar, bilangnya wajib Rp 1,5 juta dan waktu terakh...

Tiga Alasan Kejaksaan Ajukan Kasasi Atas Vonis Bebas Eks Dirut PT DOK

SURABAYA (Mediabidik) – Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasipidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya, Heru Kamarullah, secara tegas menyatakan pihaknya sudah menyatakan secara resmi, untuk mengajukan perlawanan terhadap vonis bebas yang dijatuhkan hakim Pengadilan Tipikor Surabaya terhadap Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Dok dan Perkapalan Surabaya (DPS), Riry Syeried Jetta. "Perlawanan dalam bentuk upaya hukum kasasi tersebut sudah resmi kita dinyatakan ke Pengadilan pada Rabu (23/10/2019) lalu," terang Heru, Jumat (25/10/2019) Heru menambahkan, Kasasi atas putusan bebas tersebut dilakukan berdasarkan tiga pertimbangan sebagaimana diatur dalam pasal 253 Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pertama, terkait peraturan hukum yang tidak diterapkan sebagaimana mestinya. Kedua, untuk menguji kinerja hakim dalam mengadili perkara telah sesuai dengan Undang-Undang apa tidak atau dalam istilah hukum disebut judex facti. Dan yang ketiga, untuk menguji batas kewenangan pe...

Komisi B Minta Pemprov serius sosialisasi dana pinjaman untuk pelaku UMKM

SURABAYA ( Media Bidik) - Jatim sangat apresiasi terhadap Pemprov yang mempunyai program membantu pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Jatim dengan menggelontorkan dana sebesar 400 Miliar di Bank UMKM guna memberikan bantuan kredit lunak kepada para pelaku UMKM di Jatim. Namun Chusainuddin,S.Sos Anggota Komisi B yang menangani tentang Perekonomian menilai Pemerintah provinsi masih kurang serius memberikan sosialisasi kepada masyarakat terutrama pelaku UMKM yang sebenarnya ada dana pinjaman lunak untuk mereka. " Ketika saya menjalankan Reses di Blitar,Kediri dan Tulungagung , banyak masyarakat sana tak mengetahui ada dana pinjaman lunak di Bank UMKM untuk para pelaku UMKM, karena sebenarnya jika Pemprov serius memberikan sosialisasi sampai ke tingkat desa,maka saya yakin masyarakat sangat senang sekali," ucap pria yang akrab dipanggil Gus Udin tersebut. Apalagi menyambut MEA, seharusnya pelaku UMKM sudah mengerti kalau ada dana pinjaman unt...