SURABAYA
- Salah satu pertimbangan Pemkot Surabaya merehabilitasi kawasan lokalisasi
Dolly-Jarak adalah faktor psikologis anak. Pasalnya, geliat bisnis prostitusi
dengan segala “pernak-pernik”nya diyakini memberi dampak tersendiri bagi pola
tumbuh kembang insan di bawah umur. Asumsi itu diperkuat dengan adanya data
kasus/problem anak yang sangat tinggi di wilayah tersebut.

“Korban
berjenis kelamin laki-laki rata-rata disodomi, sedangkan perempuan mengalami
tindak perkosaan. Kejahatan seksual tersebut umumnya dilakukan oleh orang-orang
terdekatnya,” ungkap Mariani Zaenal, Ketua PKBM Cahaya Mentari, Rabu (2/7).
Lebih
lanjut, Mariani menerangkan, angka kekerasan ekonomi, dalam artian anak disuruh
mengemis atau pekerjaan lain yang tidak layak karena memang belum waktunya,
jumlahnya ada 8 kasus. Anak bermasalah dengan hukum seperti terlibat curanmor,
penjambretan dan perjudian sebanyak 18 kasus. Sementara untuk kejadian
penelantaran 14 kasus, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) 134 kasus dan trafficking
5 kasus.
Serta,
kekerasan masa pacaran (KMP), contohnya hingga hamil di luar nikah jumlahnya 11
kasus. Hingga kondisi terjerat narkoba ada 5 anak. “Semua ini data riil hasil
laporan dan tindak lanjut di lapangan. Sebagian ada yang ditangani langsung
oleh PKBM. Dia mengakui problem yang dihadapi anak-anak di kawasan lokalisasi
sangat kompleks. Setiap hari mereka disuguhi pemandangan dan lingkungan yang
kurang patut. Hal itulah yang diyakini menjadi penyebab anak-anak dan remaja di
sana nekad melakukan perbuatan yang menyimpang.
Mariani
menuturkan ada seorang siswi SMK yang hamil di luar nikah. Usut punya usut,
peristiwa bermula saat siswi tersebut sengaja dicekoki miras oleh temannya
sendiri. Setelah dalam keadaan mabuk, dia “dihadiahkan” kepada temannya yang
lain yang kebetulan sedang berulang tahun. “Ini tentu sangat miris,” imbuh
perempuan yang juga tergabung dalam Ikatan Pekerja Sosial Masyarakat (IPSM)
Kecamatan Sawahan tersebut.
Sasarannya
yakni anak-anak yang berasal dari keluarga ekonomi lemah, broken home
(keluarga tidak harmonis) atau yang orang tuanya meninggal sehingga tidak ada
pengawasan. Kondisi itulah yang rentan terjadi tindak trafficking.
Kepala
Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana (Bapemas KB) Kota Surabaya
Nanis Chairani menyatakan, pihaknya selama ini memang memiliki tanggung jawab
dalam upaya pemenuhan hak-hak anak. Di antaranya hak untuk hidup dan hak tumbuh
kembang yang baik.
Dikatakan
Nanis, pihaknya selama ini juga bekerja sama dengan PKBM dan LSM untuk
monitoring problem anak. Kondisi psikis anak yang dipandang butuh penanganan
ekstra ditangani di Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak
(PPTP2A). Lembaga ini merupakan wadah recovery yang di dalamnya
melibatkan unsur LSM, TNI-Polri, perguruan tinggi dan pemerintah kota. “PPTP2A
akan memberikan pendampingan berupa konsultasi psikiater. Di samping itu, ada
pula metode-metode yang dilakukan untuk pemulihan mental anak,” papar mantan
Kabag Humas ini.
Ke
depan, Nanis mengatakan, pihaknya akan menjalankan program penguatan karakter
khusus bagi anak-anak yang tinggal di kawasan lokalisasi. Program tersebut
diharapkan dapat membantu membuang memori kelam yang sebetulnya belum layak
dikonsumsi oleh anak di bawah umur.(Topan)