SURABAYA (Mediabidik) - Pasca peralihan kewenangan penggelolaan sekolah SMA/SMK ke Pemprov Jatim, nasib guru SMA/SMK seluruh wilayah Jawa Timur termasuk Kota Surabaya kini menjadi tanggung jawab Pemprov Jatim sejak bulan Januari 2017, hal ini merupakan amanah UU.
Belakangan beredar kabar jika sejumlah guru SMA/SMK di Kota Surabaya belum menerima haknya berupa gaji bulanan, namun kabar ini spontan diluruskan oleh Agustin Poliana Ketua Komisi D DPRD Surabaya, bahwa seluruh guru SMA/SMK telah menerima gaji.
"Menurut salah satu Kepala Sekolah, para guru negeri sudah menerima gaji, tetapi saya belum tau nasib guru di sekolah swasta dan GTT, harusnya juga sudah terima gaji jika dana BOS nya sudah keluar," ucapnya, Selasa (21/2).
Menurut Edward Dewaruci yang saat ini menjadi kuasa hukum wali murid siswa di Surabaya, jika sampai beredar kabar jika beberapa guru SMA/SMK di Kota Surabaya ada yang belum menerima gaji bulanan, dianggapnya merupakan dampak yang sudah diperkirakan sebelumnya.
"Saya merasa kejadian ini seperti yang sudah kami diperkirakan sebelumnya, yakni akan timbul masalah, karena kelihatannya, pemberlakuan UU ini tidak dibarengi dengan kesiapan yang matang di pihak penerima amanah," ujarnya kepada media.
Mantan komisioner KPUD Kota Surabaya ini juga menjelaskan bahwa salah satu pertimbangan dalam gugatannya di Mahkamah Konstitusi adalah dampak terhadap proses belajar mengajar siswa pasca peralihan kewenangan ke Pemprov.
"Pertimbangan gugatan para wali murid itu kan salah satunya memikirkan nasib siswa, bagaimana proses belajar mengajar bisa berjalan dengan baik, jika ternyata nasib para guru ini belum jelas, apalagi sampai terkatung-katung gajinya," tandasnya.
Lanjut Edward, bahkan beberapa guru yang hadir sebagai saksi di sidang saat itu juga telah menyampaikan soal nasib mereka pasca pengambilalihan kewenangan oleh pemprov, terutama nasib guru yang statusnya GTT.
"Kenapa Pemprov harus menunggu hal itu terjadi dulu, tetapi tidak mengantisipasi sebelumnya, ini yang menjadi keprihatinan kami," kritiknya.
Tidak hanya itu, Edward juga mempertanyakan nasib sekolah khusus (SLB), karena jika mengacu kepada UU, juga menjadi tanggung jawab Pemprov, karena satu paket.
"Sekarang siapa yang akan mengurus dan memperhatikan sekolah-sekolah dengan kategori khusus seperti SLB, ini kan memprihatinkan," pungkasnya.
Untuk diketahui, sebelumnya memang sempat menjadi polemik, karena Pemkot Blitar dan Surabaya telah memberlakukan program wajib belajar gratis 12 tahun, dan merasa mampu untuk membiayai dengan kekuatan APBD.
Dengan pertimbangan nasib para wali murid, akhirnya Pemkot Blitar dan wali murid se-Surabaya melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi terkait UU 23 tentang Pemerintah Daerah, terutama pada pasal pengelolaan SMA/SMK yang kini dialihkan ke Provinsi.
Namun sampai berita ini dilansir, hasil keputusan MK tak kunjung dikeluarkan meskipun proses persidangan telah tuntas.(pan)
Comments
Post a Comment