SURABAYA (Mediabidik) - Polemik berkepanjangan sengketa lahan seluas 15 x 600 meter, antara Linda Handayani Nyoto dengan pihak pengembang PT Villa Bukit Mas, yang kini berubah menjadi akses jalan keluar masuk PT Villa Bukit Mas Surabaya.
Awal Januari 2017 lalu, Pemkot Surabaya kembali mengundang PT Villa Bukit Mas, Polrestabes dan Kejaksaan serta perwakilan pemllik lahan Soegiharto. Dalam kesempatan itu, pemilik lahan kembali diminta menguraikan kronologis soal sengketa lahan yang di gugat hingga mahkamah agung(MA).
"Saya diminta menceritakan kembali kronologisnya. Ya saya ceritakan duduk persoalannya dan hasil putusan pengadilan, bahwa pemkot dan pengembang wajib membayar ganti rugi gandeng renteng,"ungkap Soegiharto saat dihubungi lewat selulernya, Senin(27/2/2017).
Menurut Soegiharto, Pemkot Surabaya merasa kesulitan untuk mencairkan uang ganti rugi, karena putusan pengadilan yang mewajibkan kedua belah pihak membayar gandeng renteng.
"Kabag Hukum Pemkot, meminta pihak pengembang untuk membayar ganti rugi. Namun dilempar ke pemkot. Lalu pengembang melempar lagi ke Pemkot. Akhirnya pertemuan ditutup dan akan dikaji ulang," imbuhnya.
Soegiharto berencana melapor kembali ke DPRD kota Surabaya atas keputusan ganti rugi yang belum jelas ini. Mengingat kedua belah pihak yang menguasai lahan itu, belum menunjukkan itikad baik membayar ganti rugi lahan.
"Nanti saya akan lapor ke dewan lagi, sebagai fasilitator pertama atas sengketa lahan tersebut,"pungkasnya.
Seperti diketahui, lahan milik Linda Handayani Nyoto dulunya memang dikuasai oleh PT Intiland yang kini sahamnya sudah dibeli ke PT Villa Bukit Mas. Pengembang perumahan elite ini, beberapa tahun lalu, menyerahkan lahan ke Pemkot Surabaya, sebagai syarat penyerahan aset fasum fasos seluas 40 persen. Atas dasar itu, Pemkot mengolah lahan tersebut untuk jalan akses keperumahan dan lahan terbuka hijau.(pan)
Comments
Post a Comment