SURABAYA (Mediabidik) – Hearing sengketa lahan antara Nuraini selaku ahli waris dengan Muhammad bin Ahmad Al Maghrabi dengan Manajemen Grand City yang digelar di ruang komisi B DPRD Surabaya, Selasa (26/10).
Hearing kali ini komisi B mendatangkan BPN Surabaya, Lurah Ketabang serta Notaris pembuat akta jual beli lahan saat itu.
Tujuan Hearing tersebut untuk menjawab polemik atas kepemilikan lahan seluas 5 Ha yang sekarang di kuasai oleh PT Hardaya Widya Graha selaku pemilik gedung Grand City Surabaya. Terkait hal tersebut komisi B DPRD kota surabaya berencana akan menggunakan hak angket untuk melakukan investigasi terkait permasalahan tersebut.
Ketua Komisi B Maslan Mansyur menjelaskan, bahwa pihaknya meminta keterangan dari ahli waris dan instansi terkait pengaduan dari ahli waris atas nama Hj Nuraini kami tindak lanjuti."Hj Nuraini mengatakan memiliki bukti kepemilikan tanah yang sah atas lahan yang sekarang dibangun Grand City Mall. Bahkan terbit surat dari BPN RI bahwa harus dilakukan pengkajian ulang," jelasnya.
Politisi PKB ini menambahkan," Pengukuran secara fisik bila perlu akan dilakukan. Karena ada surat perintah dari BPN RI baik secara fisik maupun kajian ulang atas administrasinya," ungkapnya.
Lanjut Maslan,"Kalau permasalahan ini belum selesai dan alot dalam pembahasannya tidak menutup kemungkinan, kita akan dilakukan hak angket, "imbuhnya.
Oleh sebab itu, Komisi B meminta BPN Surabaya untuk menjelaskan dan atas instruksi BPN RI untuk dilakukan kajian ulang atas lahan tersebut." Luasnya mencapai hampir 5 Ha, kajian ulang atas administrasi kepemilikan awal perlu dilakukan atas intruksi itu. BPN Surabaya, mau tidak mau harus melaksanakan amanat itu," papar Maslan.
Sementara Baktiono anggota Komisi B dari PDIP mengatakan, " Hak angket sebagai usaha dewan mencari titik temu antara ahli waris dengan pihak-pihak yang terlibat. Terutama mencari tahu dalam proses pelepasan tanah dari Departemen Pertahanan dan Keamanan ke PT Singo Barong Kencana sampai lahan tersebut dimiliki oleh PT Hardaya Widia Graha selaku pemilik Grand City."jelasnya.
Maka itu, Politisi PDI Perjuangan ini meminta, agar masalah sengketa bisa diselesaikan dengan jalan mediasi atau musyawarah. Melalui jalur hukum akan membutuhkan waktu yang cukup lama.
"Kalau penyelesaiannya lewat hukum, prosesnya sangat lama, bisa saja tidak selesai-selesai," katanya.
Sementara, pihak perwakilan PT Singo Barong Kencana, Heri Siswanto menceritakan, awal kepemilikan lahan tersebut. Pihaknya memiliki tanah di Gubeng Pojok nomor 48-50 sejak 1989. Saat itu pengakuan Heri, tanah dimiliki oleh Departemen Pertahanan (hak Pakai) dan Kemanan. Tanah itu dimiliki oleh PT Singo Barong melalui ruislag atau tukar guling."Saat itu, departemen pertahanan dan kemanan ini memiliki sertifikat hak pakai," ujarnya.
Heri menambahkan," Pada tahun itu terjadi krisis, tanah tersebut dijaminkan ke Bank. Dalam perkembangannya, tanah itu kemudian dilelang oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Dalam proses lelangnya, pemenang lelangnya adalah PT Hardaya Widia Graha, "jelas Heri.
Pernyataan Heri dibenarkan pihak Lani selaku notaris yang bertugas saat itu. Menurutnya, PT Hardaya Widya Graha, memiliki tanah dari proses lelang BPPN."Saya membukukan surat-surat kepemilikan pada tahun 2001," terangnya.
Lani menerangkan, bahwa pihaknya tidak tahu apa-apa soal ada sengketa seperti ini. "Karena saya sudah pensiun sejak 2012. Kalau aset yang di gubeng pojok nomor 48-50 itu, pada tahun 2001, Grand City membelinya dari BPPN," terangnya.
Pernyataan berbeda disampaikan, Kasi Pengukuran BPN Surabaya, Ardi menyampaikan, dari hasil gelar perkara disimpulkan, bahwa lahan di gubeng pojok tidak ada masalah. Penerbitan hak guna pakai yang dipegang oleh PT Hardaya Widya Graha itu, sudah sesuai dengan prosedur yang berlaku.
"Tanah tersebut milik Grand City, jadi mengenai status tanah itu di BPN sudah selesai," ungkapnya.
Sementara pihak kuasa hukum Grand City Peter Talawai mengatakan, pemilik grand city awalnya pembeli dari Bank Umum Nasioanal (BUN) atas lelang lahan itu dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Bukti kepemilikan yang kami punyai atas jual beli itu ada semua.
"Kami juga menolak untuk dilakukan upaya pengukuran ulang oleh BPN. Kenapa, karena sebelum diterbitkan sertifikasi atas hak lahan itu pihak BPN telah melakukan pengukuran atas peta tanah tersebut," ungkap Peter.
Kalaupun nanti dalam proses hukum yang diajukan pemohon dalam hal ini ahli waris. Dan dalam proses hukumnya, kami dinyatakan kalah dalam pengadilan, maka kami siap menyerahkan aset tersebut.
"Silahkan layangkan gugatan perdata ke pengadilan negeri Surabaya. Kalau pihak ahli waris merasa memiliki bukti kepemilikan yang sah. Biarlah nanti pengadilan yang akan memtuskan kebenarnya," tantang Peter. (pan)
Comments
Post a Comment