SURABAYA(Media Bidik) – Polemik pembangunan Pasar Turi kian berlarut-larut. Hingga saat ini Pemerintah Kota (Pemkot) tak kunjung bersikap tegas perihal persoalan yang membelit pasar legendaris tersebut. Setelah somasi atau teguran pertama tak dihiraukan pengembang, yakni PT Gala Bumi Perkasa, Pemkot berencana melayangkan somasi kedua.
Sekretaris Kota (Sekkota) Surabaya, Hendro Gunawan usai pertemuan dengan pedagang sekaligus PT Gala Bumi Perkasa kemarin di ruang sidang Balai Kota Surabaya mengatakan, sebelumnya dia sudah melayangkan somasi ke pengembang. Pengembang diberi waktu selama 14 hari untuk menindaklajuti somasi tersebut. Sayangnya, hingga batas waktu yang ditentukan, pengembang tak mengindahkan somasi. "Kami akan rapat kembali untuk menentukan apa langkah selanjutnya setelah somasi pertama tidak ada jawaban. Mungkin akan somasi lagi atau seperti apa, akan kami bicarakan dengan tim," katanya.
Dalam pertemuan tersebut, mendapat perhatian dari Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla. Orang nomor dua di Indonesia itu secara khusus memerintahkan Deputi Ekonomi Tirta Hidayat mengawal penyelesaian kasus Pasar Turi. Pasalnya, sudah tujuh tahun berjalan pasca kebakaran, nasib para pedagang masih tidak menentu. "Saya optimistis konflik Pasar Turi bisa teratasi. Rencana pemutusan kontrak tidak akan menyelesaikan masalah. Justru pedagang akan dirugikan. Pemutusan kontrak itu akan memicu masalah lebih besar. Pihak-pihak yang dirugikan akan menempuh jalur hukum. Yang dirugikan adalah pedagang," ujar Tirta yang kemarin juga ikut hadir dalam rapat.
Sementara itu, Ketua Majelis Pedagang Pasar Turi, Abdrur Rosyid mengaku tidak habis pikir dengan sikap Direktur Utama PT Gala Bumi Perkasa, Henry J Gunawan. Pedagang memiliki bukti berupa tanda terima pembayaran denda dan bunga. Tidak sedikit pedagang yang harus mengeluarkan ratusan juta. Bahkan ada yang harus merogoh kocek sebesar Rp750 juta. Bunga dan denda kalau tidak dibayar, pedagang diancam akan kehilangan stan. Jadi mau tidak mau kami harus keluarkan uang meskipun harus cari pinjaman. "Sumber masalah Pasar Turi adalah Henry J Gunawan. Banyak tarikan uang yang tidak sesuai dengan perjanjian," terangnya.
Sedangkan Kuasa hukum pedagang Pasar Turi, I Wayan Titib Sulaksana mengatakan, ada banyak pelanggaran yang dilakukan pengembang. Diantaranya, status bangunan yang seharusnya hak sewa diubah menjadi strata tittle. Padahal, strata tittle ini berlaku bagi rumah susun, bukan bangunan pasar. Kemudian, dalam perjanjian yang bersifat build-operation-transfer (BOT), pengembang harus membangun terlebih dulu. Baru setelah itu meminta pedagang untuk membayar stan. Anehnya, pengembang meminta pedagang membayar dulu baru stan dibangun. "Uang yang digunakan membangun Pasar Turi itu uang pedagang. Henry J Gunawan itu tidak mengeluarkan uang sepeserpun," katanya.
Dosen di Universitas Airlangga (Unair) ini menilai, Pemkot lamban dalam menindak pengembang. Saat ini, semua pedagang Pasar Turi, khususnya yang berstatus korban kebakaran 2007, sudah melunasi biaya stan. Anehnya, meski sudah lunas, tapi surat Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) belum diserahkan pengembang ke pedagang. Akhirnya dia menduga ada kongkalikong antara Pemkot dengan pengembang. Berdasarkan informasi yang dia terima, ada sejumlah pejabat tinggi di lingkungan Pemkot yang memiliki stan di Pasar Turi. "Saat ini kami sudah melaporkan PT Gala Bumi Perkasa ke Polda Jatim. Kami laporkan karena perjanjian BOT yang dibuat menyalahi aturan. Saat ini sudah masuk proses pemeriksaan saksi-saksi," ungkapnya.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Utama PT Gala Bumi Perkasa, Henry J Gunawan saat keluar dari ruang sidang enggan untuk memberi tanggapan. Berulangkali ditanya mengenai hasil dari pertemuan, pengusaha properti itu diam seribu bahasa. Didampingi sejumlah pengawalnya, Henry berlalu meninggalkan Balai Kota Surabaya. (Topan)