SURABAYA(Media Bidik) - Upaya Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim menuntaskan pengusutan kasus dugaan korupsi di seluruh lingkungan internal maupun Kejari se-Jawa Timur, rupanya tak seiring sejalan dengan perkembangan kasus korupsi di wilayah pantura. Wilayah ini, diketahui nihil kasus korupsi, meski Kejati Jatim sudah memerintahkan untuk memroses kasus dugaan korupsi yang diindikasi sejak pertengahan 2014 lalu.
Berdasarkan data perkara tindak pidana korupsi tahap penyidikan periode Januari 2015 yang dirilis Kejati Jatim, tak satupun Kejari di wilayah pantura yang memiliki kasus dalam tahap penyidikan. Kemungkinannya pun hanya dua, nihil korupsi atau ada indikasi namun tak berlanjut. Nihilnya penyidikan juga pernah terjadi di 2014.
Padahal sebelumnya pada 2013, salah satu Kabupaten, yakni Bojonegoro, merupakan salah satu kabupaten dengan catatan korupsi terburuk. Ini dibuktikan dengan terlibatnya dua Mantan Bupati Bojonegoro, Bambang Santoso dan HM Santoso dalam penyelewengan dana hibah mobile cepu.
"Berdasarkan data yang ada, kita melakukan penyidikan sejumlah 48 kasus baik di Kejati maupun Kejari se Jawa Timur," ujar Kepala Kejati Jatim, Elvis Jhonny.
Adapun kejari yang tengah menangani kasus korupsi adalah Surabaya, Tanjung Perak, Sidoarjo, Malang, Kepanjen, Ponorogo, Kediri, Pamekasan, Sumenep, Situbondo, Blitar, Bangil, Jember, Probolinggo dan Mojokerto. Seluruhnya, menurut Elvis, bisa jadi bertambah seiring dengan masih banyaknya pengembangan dan spdik umum yang artinya, kasus masih dalam tahap penentuan tersangka.
"Ada beberapa yang dalam tahap pengembangan. Jadi ada kemungkinan akan bertambah," jelasnya.
Sementara itu, adapula pengungkapan kasus dugaan korupsi yang cukup mencengangkan. Yakni di Kejari di wilayah Pulau Madura. Pamekasan misalnya, Korps Adhyaksa wilayah ini berhasil menyeret sebelas tersangka dalam kasus korupsi hilangnya beras milik Perum Bulog. Angkanya tak main-main, yakni sebesar 1.504.716,07 kilogram atau setara 1.500 ton.
Modus sebelas tersangka kasus ini, dengan mengambil beras yang sedianya untuk warga miskin itu dari gudang dan dijual lagi. Harga penjualannya pun tak sebagaimana ditetapkan pemerintah. Padahal bahan pangan itu bersubsidi. Hasil penjualan, lantas digunakan kembali untuk membeli beras. Sementara selisihnya masuk ke kantong pribadi.
Akibat dari perbuatan para tersangka yang terdiri dari S (Kepala Bulog Sub Dirve XII Madura), HR dan HA (pengawas internal), P (penghubung), M dan S (mitra bulog), K, IDV, IRV, dan ISH, negara ditaksir merugi hingga Rp 12 miliar lebih.
"Karena dikeluarkannya beras dari gudang itu non prosedural. Kerugiannya Rp 12,109 miliar," pungkas Elvis.(Az)