SURABAYA(MediaBidik) - Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan
bagi masyarakat di Kota Surabaya. Bahkan, selama Januari 2015 ini, terjadi
kenaikan jumlah kasus DBD dibandingkan pada bulan yang sama di tahun 2014 lalu.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya, Febria
Rachmanita mengatakan, pada Januari
2015, jumlah kasus DBD mencapai 61 kasus. Sementara pada Januari 2014 lalu,
hanya ada 36 kasus DBD yang terjadi di Surabaya.
“Selama Januari ini, tren nya (DBD) memang cenderung
meningkat. Apalagi pada musim penghujan
seperti sekarang ini. Namun, peningkatan ini belum merupakan kejadian luar
biasa (KLB) dan mudah-mudahan tidak KLB,” tegas Febria Rahmanita kepada
wartawan dalam jumpa pers di Kantor Bagian Humas Pemkot Surabaya, Jumat (30/1).
Kasus DBD memang tengah melanda Jawa Timur. Sebanyak 15
kabupaten/kota di Jawa Timur telah ditetapkan
oleh Gubernur Jatim sebagai wilayah KLB DBD. Menurut Febria, sebuah
kota/kabupaten bisa dinyatakan bila jumlah kasus yang terjadi lebih dari dua
kali lipat dari kasus di bulan yang sama pada tahun sebelumnya.
Untuk menekan jumlah kasus DBD yang terjadi di Surabaya,
Pemkot Surabaya akan menggelar gebyar apel Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
DBD tahun 2015 dengan tema “Mari Kita Wujudkan Kota Surabaya Bebas Demam
Berdarah” yang digelar di halaman Taman Surya, Minggu (1/2/2015).
Kegiatan yang rencananya diikuti 1500 peserta tersebut
diawali dengan pelaksanaan apel di halaman Taman Surya untuk mendapatkan arahan
dan pembinaan dari Walikota Surabaya, Tri Rismaharini. Setelah gebyar, walikota
akan melakukan inspeksi ke kecamatan/kelurahan dibarengi oleh pemeriksaan
jentik serentak oleh pemantau jentik di seluruh wilayah Kota Surabaya dengan
dipantau langsung oleh camat/lurah serta Puskesmas setempat.
“Mudah-mudahan setelah acara gebyar, setiap warga mulai dari
lingkungan RT/RW juga melakukannya rutin setiap pekan. Harapannya, kota
Surabaya bebas dari jentik nyamuk demam berdarah. Kita harus bersama-sama mewujudkan
Kota Surabaya bebas demam berdarah,” tegas Febri.
Sejak Desember 2014 lalu, Walikota Surabaya sebenarnya sudah
mengeluarkan Surat Edaran (SE) walikota untuk mengingatkan warga tentang
kewaspadaan terhadap DBD. SE tersebut ditujukan ke instansi pemerintah dan non
pemerintah, pengelola hotel, restoran, BUMD, REI, RT/RW. Dalam SE tersebut, juga mengimbau untuk
optimalisasi peran pemantau jentik . “Jadi bukan hanya di rumah, di mal-mal dan
sekolah juga tempat publik, harus rajin memantau jentik di lingkungannya,”
ujarnya.
Febria menjelaskan, kasus DBD diprediksi akan terus terjadi
sepanjang Februari hingga April nanti. Ini karena musim penghujan masih terjadi
yang memungkinkan adanya genangan air di beberapa tempat. Di Surabaya,
Kecamatan Sawahan (kelurahan Putat), menjadi kawasan dengan paling banyak kasus
DBD. Ini dikarenakan lokasi pemukimakan yang padat dan dari hasil inspeksi
Dinkes Surabaya juga ditemukan banyak barang bekas menumpuk yang bisa menampung air hujan.
Kecamatan yang jumlah kasus nya juga banyak yakni Kecamatan Rungkut dan
Kecamatan Bubutan. Sementara Kecamatan Tandes dan Kecamatan Wonokromo yang padat
tahun lalu lumayan tinggi, untuk tahun ini sudah turun.
“Untuk mencegah terjadinya kasus DBD ini dibutuhkan peran
serta dari seluruh masyarakat dalam kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN)
secara rutin setiap satu Minggu sekali. Untuk itu diharapkan adanya pembinaan
dan pemantauan dari camat/lurah bersama dengan Puskesmas setempat. Diantaranya
dengan memantau pelaksanaan pemeriksaan jentik, memantau dan memastikan
pelaksanaan 3M PLUS oleh masyarakat (menguras, menutup, mengubur/mendaur ulang
barang bekas plus penggunaanubuk pembunuh jentik, ikanisasi),” jelas Febria.
Terkait penanganan, perempuan berkacamata ini menegaskan
bahwa Dinkes Surabaya memiliki 19 Puskesmas yang siaga 24 jam. Febria juga
mengingatkan warga apabila ada keluarganya yang badannya panas tinggi, untuk
segera dibawa ke Puskesmas atau klinik. Sebab, jatuhnya korban DBD umumnya
dikarenakan korban telat dibawa ke Puskesmas.
“Untuk pertolongan pertama, tolong diimbau makan makanan
yang lunak. Intinya kekebalan tubuh harus dinaikkan. Juga jangan lengah. Kalau
panasnya sudah turun di hari ketiga, harus tetap dipantau karena ada virusnya,”
imbau Febria.
Dari tahun ke tahun, kasus DBD selalu ditemukan dan
jumlahnya fluktuatif. Dalam lima tahun terakhir, kasus DBD di Surabaya paling
tinggi terjadi di tahun 2010 dengan 3379 kasus. Lalu di 2011, turun jauh
menjadi 1008 kasus. Di tahun 2012, kasus DBD kembali naik menjadi 1091 dan
kembali naik menjadi 2207 kasus di tahun 2013. Dan pada 2014 lalu, upaya-upaya
yang dilakukan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya lewat program pemberantasan
sarang nyamuk (PSN), membuat kasus DBD turun menjadi hanya 816 kasus.(Topan)