SURABAYA
- Para mahasiswa yang selama ini turut berpartisipasi dalam
program Campus Social Responsibility
(CSR) mendapat apresiasi dari Pemkot Surabaya. Yakni berupa Social Enterpreneur Award 2014.
Penganugerahan tersebut diserahkan oleh Walikota Surabaya Tri Rismaharini
kepada para pemenang pada Selasa (16/12) di Aula UPTD Ponsos Kalijudan.
“Terima kasih atas kerja keras dan bantuan untuk bersama-sama memajukan
kualitas manusia Surabaya,” kata Risma -sapaan Tri Rismaharini- saat
menyampaikan sambutan.
Dia mengatakan, Surabaya mendapat beberapa penghargaan bidang
sosial-kemanusiaan. Terbaru, Kota Pahlawan dinobatkan sebagai kota dengan
penanganan disabilitas terbaik oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(kemendikbud) RI.
“Semua capaian itu tidak bisa terwujud tanpa peran serta seluruh komponen
masyarakat. Untuk itu, kita semua perlu bersinergi sebab masalah sosial tidak
mungkin diselesaikan oleh pemkot saja,” terang walikota perempuan pertama di
Surabaya tersebut.
Sebagai informasi, CSR merupakan program yang digagas oleh Dinas Sosial
(dinsos) Surabaya pada awal 2014. Konsepnya, pemkot menggandeng
kampus/perguruan tinggi bersama-sama memberikan pendampingan kepada anak-anak
yang rawan dan sudah putus sekolah. Sedikitnya ada 19 kampus di Surabaya yang
terlibat aktif dalam program ini.
Kadinsos Surabaya Supomo menuturkan, pihaknya mendapat data anak-anak yang
perlu pendampingan dari kecamatan-kecamatan. Data tersebut yang kemudian
dipakai acuan untuk menentukan sasaran utama CSR. “Sepanjang tahun ini,
tercatat 200 anak yang didampingi oleh 200 mahasiswa,” ujarnya.
Bentuk konkret CSR yakni mahasiswa mendampingi anak asuh untuk belajar
bersama, memotivasi dan memberikan bekal keterampilan. Soal intensitas
pertemuan, kata Supomo, tergantung masing-masing mahasiswa. “Yang pasti para
pendamping sudah punya program sendiri-sendiri khusus bagi anak asuhnya,”
paparnya.
Mantan Camat Kenjeran ini menilai, program CSR cukup ampuh guna mengatasi
problem anak-anak yang bermasalah baik dari segi ekonomi maupun psikologi.
Pasalnya, konsep yang diusung lebih mengedepankan pendekatan pribadi antar-personal.
Dengan demikian, anak yang didampingi lebih membuka diri dan akrab dengan kakak
asuhnya. Untuk itu, menurut Supomo, program ini tidak akan berhenti hanya pada
tahun pertama saja, melainkan akan diteruskan secara berkesinambungan untuk
tahun-tahun berikutnya.(Topan)
|
|
|
|
|