SURABAYA (Media Bidik) - Dikeluarkannya ketentuan dari Dewan Pers bahwa perusahaan pers harus memiliki badan hukum Perseroan Terbatas (PT) mulai dianggap sebagai misi untuk membredel bahkan mematikan media local. Hal ini perparah dengan penjelasan bahwa sebuah karya jurnalis yang tidak di backup oleh lembaga pers berbadan hukum PT, maka tidak diakui sebagai karya jurnalis.
Dewan Pers merupakan lembaga kebanggaan para insan pers dan perusahaan yang bergerak di bidang media, baik yang berskala nasional di negeri ini. Keberadaannya diharapkan bisa memberikan kesejukan sekaligus pengayoman terhadap insan pers dalam menjalankan tugas dan fungsinya memberikan informasi kepada masyarakat terkait soal ideology, politik, ekonomi, social, budaya, hukum, pemerintahan, pertahanan dan keamanan dan lain lain, sekaligus berbagai peristiwa yang sedang terjadi di negeri ini.
Namun belakangan justru mulai dipergunjingkan karena di era reformasi yang berdampak kepada semakin semaraknya pertumbuhan media utamanya media local yang berorientasi pemberitaan sektoral. Bagaimana tidak, kebijakan Dewan Pers yang menghimbau agar berbadan hukum perseroan terbatas (PT) dianggap merupakan langkah Dewan Pers yang bermuatan misi mematikan keberadaan media local, karena untuk meningkatkan stratanya dari badan hukum CV, Koperasi, dan Yayasan ke PT bukanlah persoalan yang mudah apalagi sepele.
Sementara, keberadaan media local kini justru mulai terlihat peran serta pengaruhnya terhadap media nasional yang lebih dahulu keberadaannya, karena berhasil mengeksplor berbagai berita yang masih luput dari pantauan pekerja media nasional yang jumlahnya memang terbatas.
Fatalnya, pengumuman Dewan pers yang bersifat himbauan ini ternyata di embel-embeli dengan kalimat ancaman kepada perusahaan media yang masih belum bisa mengikutinya yakni hasil karya jurnalisnya tidak akan diakui oleh Dewan Pers sebagai karya jurnalis, dan jika terjadi persoalan hukum terkait pemberitaanya, maka tidak akan diterapkan UU Pers tetapi hukum biasa yakni KUHP. Hal ini dikatakan Ahmad Munir ketua PWI Jatim yang juga kepala biro LKBN Antara Jatim saat memberikan arahan kepada sejumlah pimpinan media di gedung sawunggaling Pemkot Surabaya, atas undangan Humas Pemkot Surabaya.
Saat ditanya apa yang menjadi alasan Dewan Pers terkesan memaksakan kehendaknya agar seluruh perusahaan media berbentuk badan hukum PT, ternyata tidak bisa memberikan argumentasi yang memuaskan karena dirinya menganggap bahwa CV bukan sebuah badan hukum, tetapi hanya sebuah badan usaha.
"CV itu bukan badan hukum, tetapi hanya badan usaha, dan untuk koperasi dan yayasan juga tidak dianjurkan karena untuk mengambil keputusan masih harus melibatkan banyak pihak, singkat kata tidak bisa mengambil keputusan yang cepat," ucapnya. Jumat (14/11/14).
Jawaban ini spontan menuai reaksi yang tajam dari beberapa pimpinan media yang selama ini masih berbadan hukum CV, Koperasi dan Yayasan, karena himbauan Dewan Pers yang disampaikan Munir dianggap tidak fair dan tidak mempunyai alasan yang kuat, bahkan terkesan mematikan usaha media local.
"Kalau saya membaca dengan seksama apa yang tertulis di pengumuman dewan pers, bentuk badan hukum Koperasi dan Yayasan masih diperbolehkan, kenapa dalam penjelasannya jadi lain, dan terkesan memaksakan harus berubah menjadi PT," ucap Yousril Radja Agama jurnalis senior Surabaya yang kini memimpin Koran mingguan DOR.
Sementara untuk pelarangan badan hukum CV juga direaksi oleh Herry pimpinan sekaligus owner media online local Surabaya bernama Suarapubliknews.net, yang mengatakan jika himbauan perubahan badan hukum ke PT adalah upaya pembredelan media local.
"Apa urgensinya Dewan Pers menghimbau agar kami menggunakan PT sebagai badan hukum, karena CV juga merupakan badan usaha sekaligus badan hukum yang legal karena juga memiliki NPWP, harusnya Dewan Pers mempertimbangkan kembali kebijakan itu, dan hanya diberlakukan kepada perusahaan media regional dan nasional yang berorientasi bisa melakukan transaksi iklan dan advetorial dengan nilai diatas 500 juta, sementara untuk media local hal itu tidak akan pernah terjadi," ucap Herry.
Masih menurut Herry, saya melihat ada sesuatu dibalik kebijakan ini, karena dengan diberlakukannya aturan PT tersebut, tentu tidak sedikit media local yang keberatan bahkan kesulitan melakukannya dengan berbagi alasan, mulai dari ketidakmampuannya soal manajemen, keuangan dan administrasi yang memang tidak gampang, saya melihat ini ada upaya pembredelan bahkan merupakan upaya akan mematikan keberadaan madia local.(Topan)